Hell
Man
Rezki Desmita
Rezki Desmita
(Sumber Gambar: google.com)
Gulungan
ombak mulai menyapu bibir pantai membuat
istana pasir buatan anak-anak menyatu kembali bersama pasir putih. Matahari
perlahan mulai beranjak ke ufuk barat membiaskan cahaya kuning keemasan
memancar indah, pertanda sebentar lagi akan ada sunset. Anak-anak kecil berlarian, bermain sesuka hati menikmati weekand bersama keluarga, tidak
ketinggalan pula para remaja dan dewasa ikut tenggelam dalam asyiknya menikmati
keindahan pantai di sebuah daratan mengapung yang bernama pulau Saronde.
Ramainya pengunjung pantai ini merupakan tontonan pengobat kesunyian hati
seorang peng-galau berat. Dijamin,
pesona alam dan jernihnya air lautan tanpa cemaran sampah industry ini mampu
menjernihkan fikiran yang carut-marut.
“Terkadang diam, sendiri, dan
menyepi itu cara terindah dalam merenungi segalanya. Tafakur alam di pulau
saronde adalah pilihanku.”― Batinku sembari tersenyum
menikmati hembusan angin senja.
Disini
aku akan me-refresh jiwa, fikiran,
dan hatiku. Begitu banyak yang harus ku perbaiki pada diri ini, sebagai
generasi yang terlahir di era reformasi, yang harus bersiap menghadapi segala
tantangan termasuk tantangan globalisasi dunia saat ini. Apakah aku akan tetap
seperti ini? Cuek terhadap pendidikan, tidak suka belajar, dan hanya
mengandalkan fasilitas mewah pemberian orang tua, sembari menghabiskan jajan
untuk membeli hal-hal terlarang dan merusak diriku sendiri,― miras minumanku dikala haus. Hingga,
hari ini aku melakukannya lagi, mama mengetahui semuanya, bahwa anak semata
wayangnya ini pengkonsumsi miras berat.
Aku disini bukan untuk lari dari masalah, hanya saja aku butuh waktu dan tempat
untuk merenungi segala masalah, berusaha mencari solusi.
***
Sekali
atau dua kali, masih bisa di maklumi. Ketika hal itu terulang lagi, tiga, lima,
bahkan sampai lebih dari sepuluh kali, setan pun akan pensiun dari tugasnya
sebagai penggoda manusia. Bagaimana tidak, tanpa digoda pun manusia sudah
pandai melakukannya, bahkan lebih dari takaran efek godaan setan. Namaku
Hilman, mahasiswa super-duper power
masalah teler. Kebiasaan yang tertanam sejak di bangku sekolah masih terus
tumbuh dan lestari di dalam diriku. Terbiasa hidup dengan kemewahan,
dikelilingi teman-teman AGG― Anak Gaul Gorontalo, dan kebebasan tanpa tekanan
membuat ku seakan-akan berkuasa atas segalanya. Tak peduli, walaupun di
sekolah, apabila aku ingin minum miras dengan
segera aku menghubungi teman-teman AGG. Dalam hitungan menit mereka akan datang
membawa sebotol minuman tentunya sudah tercampur dengan minuman soft drink yang 0% Alkohol, modus buat
menyamarkan baunya. Aku meminumnya ketika jam pelajaran dimulai, bagaimana
caranya? Mungkin kita semua pernah melihat botol minuman anak-anak TK, itulah
botol minumanku, berwarna biru tekstur botolnya tebal tidak transparan. Demi
menghindari agar teman-teman tidak meminumnya, aku pura-pura meludahi dalam botol
sehingga aman terkendali.
Di
dunia kampus pun tak jauh berbeda, bahkan disinilah duniaku sebenarnya, dunia
bebas berekspresi. Aku tetap sama, Hilman si
jago teler. Cara agar tetap dikelilingi teman-teman adalah memelihara
penampilan, boleh saja mereka memanggilku dengan berbagai julukan, tapi ketika
kebanyakan orang melihat penampilanku mereka tidak akan percaya bahwa aku
demikian. Aku sangat gemar mengenakan kemeja, celana panjang jins, dan
bersepatu rapi. Kebiasaan buruk aku yang tak bisa hilang adalah minum miras.
Kebiasaan terbaik aku dan paling disukai banyak orang adalah caraku
memperlakukan wanita, aku tidak suka menyakiti wanita, aku sangat menyayangi
anak-anak kecil perempuan, menghargai para cewek, menghormati wanita yang lebih
tua, dan tentunya aku sangat mencintai dan menyayangi mama, lebih dari apapun,
karena kata pak ustadz surga ada di bawah telapak kaki ibu.
Bagaimanapun
seorang wanita dan siapapun dia, dialah calon ibu yang memiliki keistimewaan.
Bahkan surga yang begitu indah kata mereka, tidak terletak di hati wanita,
mereka menginjak-injaknya setiap hari. Telapak kaki saja sebegitu istimewah,
apalagi diri seorang wanita, prinsipku lahir sebagai laki-laki maka tugas utama
dan mulia adalah menjaga wanita. Makanya sampai sekarang aku tidak punya pacar,
takut menyakiti mereka. Ada satu hal lagi yang membuatku malas, yaitu sekolah,
kuliah, atau lebih kerennya menuntut ilmu. Kalau bukan karena mama, aku tidak
akan sekolah sampai di bangku perguruan tinggi seperti saat ini. Aku sudah
punya segalanya, buat apa lagi sekolah. Sudah dapat membaca dan menghitung
dengan baik saja, sudah cukup dan luar biasa.
“Hilman,
coba definisikan makna feminisme?” Teriak pak Jono pada Hilman, yang dilihatnya
sejak tadi hanya melototi jendela kaca.
“Tugas
utama dan mulia bagi seorang laki-laki adalah menjaga wanita.” Jawab Hilman
dengan refleks.
“Jawaban
macam apa itu Hilman? Setiap mata kuliah saya, kamu terus saja melihat kearah
jendela, ini sudah lima kali pertemuan. Sikap dan kebiasaan kamu tetap tidak
berubah. Apakah lebih penting melihat jendela itu dari pada menelaah sebuah
ilmu? Jawab Hilman. Kalau kamu tidak jawab, ini terakhir kalinya kamu jadi
mahasiswa saya, perkuliahan selanjutnya silahkan cari dosen yang mau membimbing kamu dan mengampuni kesalahanmu
ini. Tidur, teriak tidak jelas saat mata kuliah berlangsung, selalu terlambat,
dan yang paling gila sering melihat ke arah jendela.”
Suara
pak Jono menggelegar memenuhi seluruh ruang perkuliahan GB FIS R.K 7 lantai 2
itu. sepertinya pak Jono benar-benar jenuh dengan sikapku selama ini. Wajah
teman-teman pucat, mereka ketakutan, sedangkan aku santai dan biasa saja,
maklum satu botol sudah habis ku seruput selama perkuliahan berlangsung. Satu
botol tidak akan membuatku mabuk, teler, hilang kesadaran, atau sejenisnya.
Sehingga aku masih tetap konsentrasi dengan perkuliahan hari ini. Aku hanya
kehausan, makanya minum.
“Pertanyaan
yang mana harus ku jawab lebih dulu pak? Penjelasan jawaban pertama? Alasan
melihat ke jendela? Atau alasan kenapa aku selalu tidur dan datang terlambat?”
“Keluar
kamu dari ruangan ini. Sekarang!!!” Teriak pak Jono, dengan emosi semakin
meletup kencang.
“Bapak
tidak perlu teriak sepert itu, percuma bapak meneriaki saya seperti binatang,
itu sama saja bapak meneriaki batu untuk berpindah dari tempatnya. Tidak akan
bergerak bahkan tidak akan memahami bahasa bapak. Perlu bapak tahu, mahasiswa
bapak ini sedang teler.” Jawabku
dengan santai dan tenang.
Sedikitpun
aku tidak melangkah dari tempat duduk. Ikut perkuliahan hari ini merupakan hak
aku, kenapa aku harus kena hukuman seperti ini hanya karena menatap ke arah
jendela. Padahal selama perkuliahan aku tidak menimbulkan keributan. Tidak
cukupkah dengan dua telinga serta 80% konsentrasi yang telah aku berikan untuk
mendengar penjelasannya selama perkuliahan? Masih juga mengiginkan kedua
mataku. Selama perkuliahan pun baru kali ini aku salah dalam menjawab
pertanyaannya, itu semua karena dia memberi pertanyaan dengan berteriak dan
mengagetkanku, konsentrasiku menyusut hingga 10% . Pak Jono mendekatiku, aku
melihatnya tanpa berkedip. Adrenalin darahku tiba-tiba naik. Pak Jono semakin
dekat, dengan wajah killer penuh
amarah.
Brrukk!!
Ada benturan keras mengenai wajahku. Hingga membuat penglihatanku kabur penuh
kunang-kunang dan cahaya putih menyilaukan. Aku merasa tubuh ini melayang,
jungkir balik, jatuh tersungkur di lantai. Wajahku keram, seluruh tulangku
remuk, seketika suasana menjadi sangat gelap. Tak ada lagi yang terlihat.
###
Kali
ini sikap Hilman benar-benar tak bisa diampuni oleh pak Jono. Dia memberi
Hilman sedikit pelajaran, namun api emosi telah membakar segalanya. Pak Jono
tak dapat dihentikan. Dia tidak hanya memukul bagian kepala menggunakan
tangannya, tapi mengambil kursi lipat dan memukulkannya pada Hilman. Lantai
marmer itu benar-benar berubah warna, menjadi merah. Hilman berlumuran darah,
tidak lagi bergerak, bahkan tidak terlihat lagi apakah dia masih bernafas atau tidak.
Saat itulah beberapa security kampus
masuk ke ruangan menghentikan perbuatan pak Jono.
“Namamu
bukan Hilman, tapi kamu adalah Hell Man.
Laki-laki neraka, pantasnya pergi ke neraka membawah segunung dosa. Sudah
saatnya kamu datang ke tempat asalmu. Pergilah ke neraka Hell man.” Teriak pak Jono yang belum puas memukuli Hilman. Bahkan
menyumpahinya.
###
Semuanya
berubah. Papa meninggal, mama hidup menjanda sendirian, usaha bisnis papa
hancur tak terurus, karena aku satu-satunya harapan penerus bisnis papa tidak
tahu apa-apa. Tentu saja kesempatan ini dimanfaatkan oleh orang lain untuk
menguasainya dan menendang aku dan mama sebagai pemilik sah. Segala kemewahan
itu pergi satu persatu dari hidup keluarga kami. Aku tak bisa berbuat apa-apa.
Kemiskinan membuatku tak dapat membeli minuman yang menjadi jajanku setiap
hari, menyebabkan fikiranku menjadi frustasi. Aku tidak lagi kuliah, karena
uang kami hanya cukup untuk membeli makanan yang bisa bertahan dua sampai tiga
hari, itupun hanya uang hasil penjualan perhiasan mama satu per satu, sebentar
lagi semuanya akan benar-benar habis tak tersisa. Keadaan ini membuatku semakin
frustasi, terlebih akibat terlalu sering mengkonsumsi miras membuat beberapa
syaraf otakku tidak lagi bekerja maksimal, bahkan ginjalku dan hati mengalami
gangguan. Hingga mama memutuskan membawaku ke rumah sakit jiwa milik pemerintah
untuk pemulihan kondisi fsikologi dan mentalku, secara cuma-cuma.
Mama
sendirian tanpa kehadiran papa, tanpa aku, tanpa kemewahan, di rumah bekas
pembantu kami dulu. Yang masih mau berbaik hati menampung mantan majikannya.
Mama adalah orang paling baik sedunia, sehingga dalam keadaan terpuruk
sekalipun pembantunya tetap menyayangi dan menghormatinya. Aku anak bodoh yang
tidak tahu terimakasih. Setelah semuanya yang mereka berikan, aku hanya
mengabaikan bahkan telah menyalahgunakan kesempatan. Andai kesempatan masih mau memberikan peluang,
akan aku perbaiki semuannya. Kesalahan terbesarku adalah mengikuti kemauanku,
mengabaikan pendidikanku. Aku menganggap yang berharga di dunia ini hanyalah
uang, bahkan uang mengalahkan kekuasaan. Buat apa sekolah, apabila sekolah
hanya menghabiskan biaya. Aku memiliki banyak uang, kalau perlu ijazah sarjana,
magister, hingga profesor akan aku beli. Fikiranku terlalu dangkal akan hal
itu.
Uang
yang aku punya sekarang habis tak tersisa, diri ini tidak punya apa-apa lagi
untuk diandalkan, hingga dengan mudahnya teman-teman AGG meninggalkanku. Aku
lupa harta paling berharga adalah ilmu, orang memiliki uang karena memiliki
ilmu, orang dapat berkuasa karena ilmu, orang dianggap pintar karena ilmu. Hanya
ilmu yang tak kunjung habis bahkan tak ada yang mampuh mencurinya. Aku hancur,
karena tak memiliki ilmu. Hari ini aku benar-benar merasakan sakit luar biasa
yang tiba-tiba mendera seluruh tubuhku, aku merindukan papa. Masa kecilku penuh
dengan canda dalam rangkulan dan pelukan papa. Papa sangat menyayangiku, saat
itu aku hampir dikeluarkan dari sekolah gara-gara beberapa kali ketahuan
merokok di dalam kelas. Tapi, papa datang membelaku memberi jaminan kepada
pihak sekolah agar mereka tidak mengeluarkanku. Ku melihat wajah tua papa
diselimuti kesedihan, dia tak memarahiku malah membisikkiku “Papa menyayangimu, maka jangan lakukan ini
lagi apabila kau menyayangi papa.” Aku hanya diam. Sesaat kemudian aku
mendengar kabar papa kecelakaan dan meninggal ketika pulang dari sekolah untuk
menyelesaikan masalah yang menimpahku.
Hal
itu tidak merubahku, aku tetap pada duniaku, dunia miras dunia bebas. Ternyata
aku tidak menyayangi papa, bahkan aku telah membunuhnya. Aku benar-benar Hell man― laki-laki neraka. Entah ini
mimpi atau halusinasiku saja, aku tengah terbaring menahan kesakitan yang
teramat sakit mencabik-cabik tubuhku, papa datang menjengukku. Bukankah papa
telah tiada, tapi kenapa dia datang ke rumah sakit ini. Papa menghampiriku, aku
tidak dapat melihat dengan jelas wajahnya, sehingga aku yakin ini hanyalah
mimpi, dia tidak menyentuhku hanya terus menatapku. Saat itu, mama datang
menjengukku pula. Keluarga kecil kita berkumpul. Aku merasakan kehangatan mengalir
memenuhi setiap aliran pembulu darahku. Mama menggenggam tanganku penuh kasih
sayang, mama menangis, sementara papa diam saja menatapku. Tiba-tiba, aku ingin
bangun dari tempat tidurku, memeluk papa dan mama.
###
Ruang
bercat putih di penuhi alat medis, dan semerbak aroma obat-obatan tercium itu
tidak terasa apa-apa, dibanding perasaan luka hati melihat sang buah hati
terbaring lemah disana, sungguh terasa menyesakkan dada. Selama dua hari
menunggu, berdoa dan pasrah kepada Sang pemilik jiwa akhirnya Hilman dapat
melewati masa kritisnya, dalam keadaan mata tertutup Ia menangis, dan sudah
dapat menggerakkan jari-jarinya. Perlahan matanya terbuka.
Pukulan
keras dari pak Jono itu hampir membuat Hilman amnesia bahkan hampir saja merenggut nyawanya, karena terjadi pendarahan
yang hebat pada kepalanya. Kebahagiaan luar biasa terpancar pada sorot mata
orang tuanya, Hilman kembali.
***
“Mama,
baik-baik saja kan? Maafkan Hilman, Hilman telah melakukan banyak dosa sama
mama, sama papa. Bahkan Hilman telah membunuh papa, keluarga kita jatuh miskin
dan bisnis usaha papa bangkrut gara-gara kebodohan Hilman yang tidak ingin
belajar.” Isak tangis Hilman benar-benar meledak.
“Maksud
Hilman apa? Hilman tidak salah, siapa yang Hilman Bunuh. Papa ada di ruang
dokter mengambil hasil tes lab. Bisnis
siapa yang bangkrut, semua baik-baik saja sayang. Hilman jangan mikir hal-hal
aneh dulu, kepalanya belum sembuh total.” Nasehat mama penuh kasih.
Disaat
yang sama, papa masuk ke ruangan. Aku kaget dan semakin bingung.
“Ma,
sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa seperti ini? Bukankah papa sudah meninggal
sejak aku masih SMA? Kenapa sekarang papa ada disini? Terus uang dari mana yang
mama pakai membiayai pengobatanku di rumah sakit?”
“Kamu
mengalami kecelakaan di kampus dua hari yang lalu, dan selama dua hari itu kamu
koma. Mama dan papa sangat khawatir sama kamu. Semua baik-baik saja Hilman,
bahkan sekalipun bisnis papa bangkrut, tidak ada apa-apanya dibanding harus
kehilangan kamu.” Jelas Papa.
Aku
baru sadar selama masa kritisku, Allah memperlihatkan betapa buruknya masa laluku. Bila aku tidak
berubah, pasti masa depanku akan terjadi seperti yang ada di dalam mimpiku. Seorang
Hilman akan berubah menjadi sosok orang bodoh, papa akan celaka karena ulahku
sendiri, bisnis papa akan bangkrut karena calon penerusnya bodoh sepertiku, dan
biasnya akan berdampak pada mama karena saat itulah masa kehancuran akan hadir.
Sekali lagi aku menangis, mensyukuri kesempatan beriring peluang yang Allah
berikan.
“Ma.
. Pa, maafkan Hilman. Hilman akan memperbaiki semuannya.”
―”Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib
suatu kaum, sampai mereka mengubah diri mereka sendiri”― Q.S Ar-Ra’d : 79
―SELESAI―
Tidak ada komentar:
Posting Komentar