Minggu, 23 Oktober 2016

Hell Man (Cerita fiksi)

Hell Man
Rezki Desmita

Hasil gambar untuk KARTUN COWOK COOL
(Sumber Gambar: google.com)

Gulungan ombak mulai menyapu bibir pantai  membuat istana pasir buatan anak-anak menyatu kembali bersama pasir putih. Matahari perlahan mulai beranjak ke ufuk barat membiaskan cahaya kuning keemasan memancar indah, pertanda sebentar lagi akan ada sunset. Anak-anak kecil berlarian, bermain sesuka hati menikmati weekand bersama keluarga, tidak ketinggalan pula para remaja dan dewasa ikut tenggelam dalam asyiknya menikmati keindahan pantai di sebuah daratan mengapung yang bernama pulau Saronde. Ramainya pengunjung pantai ini merupakan tontonan pengobat kesunyian hati seorang peng-galau berat. Dijamin, pesona alam dan jernihnya air lautan tanpa cemaran sampah industry ini mampu menjernihkan fikiran yang carut-marut.
“Terkadang diam, sendiri, dan menyepi itu cara terindah dalam merenungi segalanya. Tafakur alam di pulau saronde adalah pilihanku.”― Batinku sembari tersenyum menikmati hembusan angin senja.
Disini aku akan me-refresh jiwa, fikiran, dan hatiku. Begitu banyak yang harus ku perbaiki pada diri ini, sebagai generasi yang terlahir di era reformasi, yang harus bersiap menghadapi segala tantangan termasuk tantangan globalisasi dunia saat ini. Apakah aku akan tetap seperti ini? Cuek terhadap pendidikan, tidak suka belajar, dan hanya mengandalkan fasilitas mewah pemberian orang tua, sembari menghabiskan jajan untuk membeli hal-hal terlarang dan merusak diriku sendiri,― miras minumanku dikala haus. Hingga, hari ini aku melakukannya lagi, mama mengetahui semuanya, bahwa anak semata wayangnya ini pengkonsumsi miras berat. Aku disini bukan untuk lari dari masalah, hanya saja aku butuh waktu dan tempat untuk merenungi segala masalah, berusaha mencari solusi.
                                                                        ***
Sekali atau dua kali, masih bisa di maklumi. Ketika hal itu terulang lagi, tiga, lima, bahkan sampai lebih dari sepuluh kali, setan pun akan pensiun dari tugasnya sebagai penggoda manusia. Bagaimana tidak, tanpa digoda pun manusia sudah pandai melakukannya, bahkan lebih dari takaran efek godaan setan. Namaku Hilman, mahasiswa super-duper power masalah teler. Kebiasaan yang tertanam sejak di bangku sekolah masih terus tumbuh dan lestari di dalam diriku. Terbiasa hidup dengan kemewahan, dikelilingi teman-teman AGG― Anak Gaul Gorontalo, dan kebebasan tanpa tekanan membuat ku seakan-akan berkuasa atas segalanya. Tak peduli, walaupun di sekolah, apabila aku ingin minum miras dengan segera aku menghubungi teman-teman AGG. Dalam hitungan menit mereka akan datang membawa sebotol minuman tentunya sudah tercampur dengan minuman soft drink yang 0% Alkohol, modus buat menyamarkan baunya. Aku meminumnya ketika jam pelajaran dimulai, bagaimana caranya? Mungkin kita semua pernah melihat botol minuman anak-anak TK, itulah botol minumanku, berwarna biru tekstur botolnya tebal tidak transparan. Demi menghindari agar teman-teman tidak meminumnya, aku pura-pura meludahi dalam botol sehingga aman terkendali.
Di dunia kampus pun tak jauh berbeda, bahkan disinilah duniaku sebenarnya, dunia bebas berekspresi. Aku tetap sama, Hilman si jago teler. Cara agar tetap dikelilingi teman-teman adalah memelihara penampilan, boleh saja mereka memanggilku dengan berbagai julukan, tapi ketika kebanyakan orang melihat penampilanku mereka tidak akan percaya bahwa aku demikian. Aku sangat gemar mengenakan kemeja, celana panjang jins, dan bersepatu rapi. Kebiasaan buruk aku yang tak bisa hilang adalah minum miras. Kebiasaan terbaik aku dan paling disukai banyak orang adalah caraku memperlakukan wanita, aku tidak suka menyakiti wanita, aku sangat menyayangi anak-anak kecil perempuan, menghargai para cewek, menghormati wanita yang lebih tua, dan tentunya aku sangat mencintai dan menyayangi mama, lebih dari apapun, karena kata pak ustadz surga ada di bawah telapak kaki ibu.
Bagaimanapun seorang wanita dan siapapun dia, dialah calon ibu yang memiliki keistimewaan. Bahkan surga yang begitu indah kata mereka, tidak terletak di hati wanita, mereka menginjak-injaknya setiap hari. Telapak kaki saja sebegitu istimewah, apalagi diri seorang wanita, prinsipku lahir sebagai laki-laki maka tugas utama dan mulia adalah menjaga wanita. Makanya sampai sekarang aku tidak punya pacar, takut menyakiti mereka. Ada satu hal lagi yang membuatku malas, yaitu sekolah, kuliah, atau lebih kerennya menuntut ilmu. Kalau bukan karena mama, aku tidak akan sekolah sampai di bangku perguruan tinggi seperti saat ini. Aku sudah punya segalanya, buat apa lagi sekolah. Sudah dapat membaca dan menghitung dengan baik saja, sudah cukup dan luar biasa.
“Hilman, coba definisikan makna feminisme?” Teriak pak Jono pada Hilman, yang dilihatnya sejak tadi hanya melototi jendela kaca.
“Tugas utama dan mulia bagi seorang laki-laki adalah menjaga wanita.” Jawab Hilman dengan refleks.
“Jawaban macam apa itu Hilman? Setiap mata kuliah saya, kamu terus saja melihat kearah jendela, ini sudah lima kali pertemuan. Sikap dan kebiasaan kamu tetap tidak berubah. Apakah lebih penting melihat jendela itu dari pada menelaah sebuah ilmu? Jawab Hilman. Kalau kamu tidak jawab, ini terakhir kalinya kamu jadi mahasiswa saya, perkuliahan selanjutnya silahkan cari dosen yang  mau membimbing kamu dan mengampuni kesalahanmu ini. Tidur, teriak tidak jelas saat mata kuliah berlangsung, selalu terlambat, dan yang paling gila sering melihat ke arah jendela.”
Suara pak Jono menggelegar memenuhi seluruh ruang perkuliahan GB FIS R.K 7 lantai 2 itu. sepertinya pak Jono benar-benar jenuh dengan sikapku selama ini. Wajah teman-teman pucat, mereka ketakutan, sedangkan aku santai dan biasa saja, maklum satu botol sudah habis ku seruput selama perkuliahan berlangsung. Satu botol tidak akan membuatku mabuk, teler, hilang kesadaran, atau sejenisnya. Sehingga aku masih tetap konsentrasi dengan perkuliahan hari ini. Aku hanya kehausan, makanya minum.
“Pertanyaan yang mana harus ku jawab lebih dulu pak? Penjelasan jawaban pertama? Alasan melihat ke jendela? Atau alasan kenapa aku selalu tidur dan datang terlambat?”
“Keluar kamu dari ruangan ini. Sekarang!!!” Teriak pak Jono, dengan emosi semakin meletup kencang.
“Bapak tidak perlu teriak sepert itu, percuma bapak meneriaki saya seperti binatang, itu sama saja bapak meneriaki batu untuk berpindah dari tempatnya. Tidak akan bergerak bahkan tidak akan memahami bahasa bapak. Perlu bapak tahu, mahasiswa bapak ini sedang teler.” Jawabku dengan santai dan tenang.
Sedikitpun aku tidak melangkah dari tempat duduk. Ikut perkuliahan hari ini merupakan hak aku, kenapa aku harus kena hukuman seperti ini hanya karena menatap ke arah jendela. Padahal selama perkuliahan aku tidak menimbulkan keributan. Tidak cukupkah dengan dua telinga serta 80% konsentrasi yang telah aku berikan untuk mendengar penjelasannya selama perkuliahan? Masih juga mengiginkan kedua mataku. Selama perkuliahan pun baru kali ini aku salah dalam menjawab pertanyaannya, itu semua karena dia memberi pertanyaan dengan berteriak dan mengagetkanku, konsentrasiku menyusut hingga 10% . Pak Jono mendekatiku, aku melihatnya tanpa berkedip. Adrenalin darahku tiba-tiba naik. Pak Jono semakin dekat, dengan wajah killer penuh amarah.
Brrukk!! Ada benturan keras mengenai wajahku. Hingga membuat penglihatanku kabur penuh kunang-kunang dan cahaya putih menyilaukan. Aku merasa tubuh ini melayang, jungkir balik, jatuh tersungkur di lantai. Wajahku keram, seluruh tulangku remuk, seketika suasana menjadi sangat gelap. Tak ada lagi yang terlihat.
###
Kali ini sikap Hilman benar-benar tak bisa diampuni oleh pak Jono. Dia memberi Hilman sedikit pelajaran, namun api emosi telah membakar segalanya. Pak Jono tak dapat dihentikan. Dia tidak hanya memukul bagian kepala menggunakan tangannya, tapi mengambil kursi lipat dan memukulkannya pada Hilman. Lantai marmer itu benar-benar berubah warna, menjadi merah. Hilman berlumuran darah, tidak lagi bergerak, bahkan tidak terlihat lagi apakah dia masih bernafas atau tidak. Saat itulah beberapa security kampus masuk ke ruangan menghentikan perbuatan pak Jono.
“Namamu bukan Hilman, tapi kamu adalah Hell Man. Laki-laki neraka, pantasnya pergi ke neraka membawah segunung dosa. Sudah saatnya kamu datang ke tempat asalmu. Pergilah ke neraka Hell man.” Teriak pak Jono yang belum puas memukuli Hilman. Bahkan menyumpahinya.
###
Semuanya berubah. Papa meninggal, mama hidup menjanda sendirian, usaha bisnis papa hancur tak terurus, karena aku satu-satunya harapan penerus bisnis papa tidak tahu apa-apa. Tentu saja kesempatan ini dimanfaatkan oleh orang lain untuk menguasainya dan menendang aku dan mama sebagai pemilik sah. Segala kemewahan itu pergi satu persatu dari hidup keluarga kami. Aku tak bisa berbuat apa-apa. Kemiskinan membuatku tak dapat membeli minuman yang menjadi jajanku setiap hari, menyebabkan fikiranku menjadi frustasi. Aku tidak lagi kuliah, karena uang kami hanya cukup untuk membeli makanan yang bisa bertahan dua sampai tiga hari, itupun hanya uang hasil penjualan perhiasan mama satu per satu, sebentar lagi semuanya akan benar-benar habis tak tersisa. Keadaan ini membuatku semakin frustasi, terlebih akibat terlalu sering mengkonsumsi miras membuat beberapa syaraf otakku tidak lagi bekerja maksimal, bahkan ginjalku dan hati mengalami gangguan. Hingga mama memutuskan membawaku ke rumah sakit jiwa milik pemerintah untuk pemulihan kondisi fsikologi dan mentalku, secara cuma-cuma.
Mama sendirian tanpa kehadiran papa, tanpa aku, tanpa kemewahan, di rumah bekas pembantu kami dulu. Yang masih mau berbaik hati menampung mantan majikannya. Mama adalah orang paling baik sedunia, sehingga dalam keadaan terpuruk sekalipun pembantunya tetap menyayangi dan menghormatinya. Aku anak bodoh yang tidak tahu terimakasih. Setelah semuanya yang mereka berikan, aku hanya mengabaikan bahkan telah menyalahgunakan kesempatan.  Andai kesempatan masih mau memberikan peluang, akan aku perbaiki semuannya. Kesalahan terbesarku adalah mengikuti kemauanku, mengabaikan pendidikanku. Aku menganggap yang berharga di dunia ini hanyalah uang, bahkan uang mengalahkan kekuasaan. Buat apa sekolah, apabila sekolah hanya menghabiskan biaya. Aku memiliki banyak uang, kalau perlu ijazah sarjana, magister, hingga profesor akan aku beli. Fikiranku terlalu dangkal akan hal itu.
Uang yang aku punya sekarang habis tak tersisa, diri ini tidak punya apa-apa lagi untuk diandalkan, hingga dengan mudahnya teman-teman AGG meninggalkanku. Aku lupa harta paling berharga adalah ilmu, orang memiliki uang karena memiliki ilmu, orang dapat berkuasa karena ilmu, orang dianggap pintar karena ilmu. Hanya ilmu yang tak kunjung habis bahkan tak ada yang mampuh mencurinya. Aku hancur, karena tak memiliki ilmu. Hari ini aku benar-benar merasakan sakit luar biasa yang tiba-tiba mendera seluruh tubuhku, aku merindukan papa. Masa kecilku penuh dengan canda dalam rangkulan dan pelukan papa. Papa sangat menyayangiku, saat itu aku hampir dikeluarkan dari sekolah gara-gara beberapa kali ketahuan merokok di dalam kelas. Tapi, papa datang membelaku memberi jaminan kepada pihak sekolah agar mereka tidak mengeluarkanku. Ku melihat wajah tua papa diselimuti kesedihan, dia tak memarahiku malah membisikkiku “Papa menyayangimu, maka jangan lakukan ini lagi apabila kau menyayangi papa.” Aku hanya diam. Sesaat kemudian aku mendengar kabar papa kecelakaan dan meninggal ketika pulang dari sekolah untuk menyelesaikan masalah yang menimpahku.
Hal itu tidak merubahku, aku tetap pada duniaku, dunia miras dunia bebas. Ternyata aku tidak menyayangi papa, bahkan aku telah membunuhnya. Aku benar-benar Hell man― laki-laki neraka. Entah ini mimpi atau halusinasiku saja, aku tengah terbaring menahan kesakitan yang teramat sakit mencabik-cabik tubuhku, papa datang menjengukku. Bukankah papa telah tiada, tapi kenapa dia datang ke rumah sakit ini. Papa menghampiriku, aku tidak dapat melihat dengan jelas wajahnya, sehingga aku yakin ini hanyalah mimpi, dia tidak menyentuhku hanya terus menatapku. Saat itu, mama datang menjengukku pula. Keluarga kecil kita berkumpul. Aku merasakan kehangatan mengalir memenuhi setiap aliran pembulu darahku. Mama menggenggam tanganku penuh kasih sayang, mama menangis, sementara papa diam saja menatapku. Tiba-tiba, aku ingin bangun dari tempat tidurku, memeluk papa dan mama.
###
Ruang bercat putih di penuhi alat medis, dan semerbak aroma obat-obatan tercium itu tidak terasa apa-apa, dibanding perasaan luka hati melihat sang buah hati terbaring lemah disana, sungguh terasa menyesakkan dada. Selama dua hari menunggu, berdoa dan pasrah kepada Sang pemilik jiwa akhirnya Hilman dapat melewati masa kritisnya, dalam keadaan mata tertutup Ia menangis, dan sudah dapat menggerakkan jari-jarinya. Perlahan matanya terbuka.
Pukulan keras dari pak Jono itu hampir membuat Hilman amnesia bahkan hampir saja merenggut nyawanya, karena terjadi pendarahan yang hebat pada kepalanya. Kebahagiaan luar biasa terpancar pada sorot mata orang tuanya, Hilman kembali.
                                                                        ***
“Mama, baik-baik saja kan? Maafkan Hilman, Hilman telah melakukan banyak dosa sama mama, sama papa. Bahkan Hilman telah membunuh papa, keluarga kita jatuh miskin dan bisnis usaha papa bangkrut gara-gara kebodohan Hilman yang tidak ingin belajar.” Isak tangis Hilman benar-benar meledak.
“Maksud Hilman apa? Hilman tidak salah, siapa yang Hilman Bunuh. Papa ada di ruang dokter mengambil hasil tes lab. Bisnis siapa yang bangkrut, semua baik-baik saja sayang. Hilman jangan mikir hal-hal aneh dulu, kepalanya belum sembuh total.” Nasehat mama penuh kasih.
Disaat yang sama, papa masuk ke ruangan. Aku kaget dan semakin bingung.
“Ma, sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa seperti ini? Bukankah papa sudah meninggal sejak aku masih SMA? Kenapa sekarang papa ada disini? Terus uang dari mana yang mama pakai membiayai pengobatanku di rumah sakit?”
“Kamu mengalami kecelakaan di kampus dua hari yang lalu, dan selama dua hari itu kamu koma. Mama dan papa sangat khawatir sama kamu. Semua baik-baik saja Hilman, bahkan sekalipun bisnis papa bangkrut, tidak ada apa-apanya dibanding harus kehilangan kamu.” Jelas Papa.
Aku baru sadar selama masa kritisku, Allah memperlihatkan  betapa buruknya masa laluku. Bila aku tidak berubah, pasti masa depanku akan terjadi seperti yang ada di dalam mimpiku. Seorang Hilman akan berubah menjadi sosok orang bodoh, papa akan celaka karena ulahku sendiri, bisnis papa akan bangkrut karena calon penerusnya bodoh sepertiku, dan biasnya akan berdampak pada mama karena saat itulah masa kehancuran akan hadir. Sekali lagi aku menangis, mensyukuri kesempatan beriring peluang yang Allah berikan.
“Ma. . Pa, maafkan Hilman. Hilman akan memperbaiki semuannya.”
―”Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, sampai mereka mengubah diri mereka sendiri”― Q.S Ar-Ra’d : 79

                                                            ―SELESAI―

Tidak ada komentar:

Posting Komentar