Tertanggal
21 Desember 1992 aku lahir menghirup udara bumi, satu tanda bahwa aku telah
siap menjalankan atas segala amanah yang Allah berikan, untuk menjadi insan
penebar manfaat di muka bumi (Rahmatan
lil alamin) dan saling mengingatkan (kebaikan) bagi sesama hamba Tuhan. Peristiwa
23 tahun yang lalu, dimana mama memperjuangkan hidupku dan siap menyambut mati
demi aku. Si putri sulung yang diberi nama Rezki
Desmita, yang berarti rezeki atau karunia dibulan Desember. Kelahiranku disambut
bahagia oleh keluarga besar dari pihak mama dan papa, bahkan tetangga. Mereka sangat
antusias melihat dua bayi kembar yang amat lucu, terlebih papa. Beliau semakin
semangat mencari nafkah meski hanya berprofesi sebagai Petani. Yupz, aku lahir
bersama kembaranku yang diberi nama Dendi Setyawan (alm), namun rupanya aku
yang lebih kuat dari dia dalam menjalani aral terjal di bumi yang fana ini, meski
dia laki-laki. Dia mendahuluiku menemui sang pencipta diusianya yang ke-5
bulan. Aku yakin, dia telah bahagia dalam dekapan ridho-Nya dan sedang tersenyum
di jannah-Nya. Aku cemburu padanya. Lahir dan pergi tanpa sempat menitikkan
tinta hitam dilembar amalnya. Masih putih dan suci, semoga dapat menjadi
syafaat bagi mama dan papa di akherat nanti. . Aamiin.
Hari
ini 21 Desember 2015, artinya 23 tahun sudah aku berhasil melewati aral terjal
episode kehidupan, tentunya dengan berbagai warna yang telah aku tebarkan
disetiap langka, hanya ada dua dasar warna, hitam dan putih. Yang paling aku
takutkan, ketika hitam mendominasi menyebabkan putih terbatasi. Sungguh merugilah
aku sebagai insan Rahmatan lil alamin (Na’udzubillah).
Bermuhasabah serta tawadhu menjadi dua rumus dalam
menjalani kehidupan ini. Itulah yang aku lakukan.
(sumber: google.com) |
(koleksi pribadi) |
Waktu
kita akan habis, seiring putaran bumi dan dentingan jarum jam. Harapan dan doa
terbaik untukku adalah keberkahan usia yang telah aku lalu, agar tak sekedar
deretan angka-angka yang menunjukkan seberapa banyak jumlah angka yang
sudahberhasil kita lewati. Kalau aku, mulai dari angka 0-23, saat ini. Sudah
lumayan banyak, namun sudah berapa banyak hal berguna aku lakukan dibalik
angka-angka tersebut? Sudah berapa kali aku mengukir senyum bangga di wajah tua
mama dan papa? Seberapa seringnya aku membuat senyum mereka musnah atas sifat
egois dan durhakaku? Baik aku sadari atau tidak. Pernahkah aku mengorbankan
waktu tidur malamku untuk menjaga mereka ketika sakit, sebagaimana mereka
menjagaku sewaktu sakit? Mama yang tak sedikitpun kepalanya menyentuh bantal
ketika mendengar tangisan sakitku hingga pagi menjelang. Papa yang tak tenang,
mondar-mandir kamar-ruang tamu-dapur karena khawatir anaknya yang sedang sakit.
Belum juga matahari menyingsing, papa pergi ke kebun di pagi yang buta untuk
sekedar mencari hasil kebun yang bisa di petik, lalu dijual untuk membeli
obatku. Mama yang tidak tidur semalam suntuk, tetap semangat menyiapkan sarapan
untuk keluarga di hari itu. Doa mereka selalu terucap, hingga mampu menembus
kehendak-Nya dalam ijabah doa. Aku sembuh, satu kebahagiaan yang tak terkira
bagi keduanya adalah kesehatan anak-anaknya.
Satu
hal yang selalu terlupa olehku, ucapan terima kasih atas itu semua. Mama dan
papa tak pernah minta apalagi menuntut agar aku mengucapkan satu kata ajaib
itu. Kasih sayang mereka tetap mengalir.
Di
usia yang telah menginjak angka 23 tahun ini, aku telah berhasil menamatkan
pendidikan jenjang S1. Jadi, miladku tahun ini sudah sebagai sarjana. Semua tidak lepas dari peran mama papa, meski
aku melalui itu semua gratis karena beasiswa S1 yang aku peroleh berkat
prestasi yang berhasil ku ukir selama di bangku SMA. Aku telah menyandang gelar
akademik dan gelar seorang ‘Guru’ atas karir yang aku jalani saat ini.
Sehingga, banyak siswa-siswaku ikut memberi doa dan harapan-harapan terbaik. Doa-doa
dari para sahabat pun mengalir lewat lisan yang terukir dalam kiriman sms,
kronologi akun facebook, serta inbox.
Satu doa yang sebenarnya aku harapkan dapat mereka ucapkan, dan tak satu pun diantara sahabat, teman-teman, atau siswa-siswa mengucapkannya. Hanya mama dan keluarga saja yang mengucapkan itu, “Semoga cepat dapat jodoh”, ku berharap doa indah itu di amin-kan oleh Malaikat, seraya aku tersenyum dan mengaminkannya dalam hati. Aku tahu, dua hal yang membanggakan bagi orang tua adalah ketika mereka berdiri mendampingi anaknya untuk menerima penghargaan atau prestasi akademik dan ketika mereka berdiri mendampingi anaknya dihari pernikahan. Aku pun sangat paham sekarang, bahwa yang membuat seorang wanita menjadi sempurna adalah ketika dia meraih dua gelar, “istri dan ibu”. Namun, aku sadar bahwa aku wanita. Memiliki fitrah yang berbeda dengan laki-laki, karena hakekat seorang wanita adalah “menunggu untuk dipilih”. Dan aku sekarang masuk dalam tahap itu, menunggu. Adakah yang akan memilihku? Siapakah dia? Kapan waktu itu tiba? Semua itu rahasia, aku yakin, sebagaimana malam yang memiliki bintang, begitu pula aku, yang memiliki dia. Saat ini langit malamku berkabut sehingga bintang itu tak terlihat. Rahasia Lauhmahfudz. Wallah hu alam.
Satu doa yang sebenarnya aku harapkan dapat mereka ucapkan, dan tak satu pun diantara sahabat, teman-teman, atau siswa-siswa mengucapkannya. Hanya mama dan keluarga saja yang mengucapkan itu, “Semoga cepat dapat jodoh”, ku berharap doa indah itu di amin-kan oleh Malaikat, seraya aku tersenyum dan mengaminkannya dalam hati. Aku tahu, dua hal yang membanggakan bagi orang tua adalah ketika mereka berdiri mendampingi anaknya untuk menerima penghargaan atau prestasi akademik dan ketika mereka berdiri mendampingi anaknya dihari pernikahan. Aku pun sangat paham sekarang, bahwa yang membuat seorang wanita menjadi sempurna adalah ketika dia meraih dua gelar, “istri dan ibu”. Namun, aku sadar bahwa aku wanita. Memiliki fitrah yang berbeda dengan laki-laki, karena hakekat seorang wanita adalah “menunggu untuk dipilih”. Dan aku sekarang masuk dalam tahap itu, menunggu. Adakah yang akan memilihku? Siapakah dia? Kapan waktu itu tiba? Semua itu rahasia, aku yakin, sebagaimana malam yang memiliki bintang, begitu pula aku, yang memiliki dia. Saat ini langit malamku berkabut sehingga bintang itu tak terlihat. Rahasia Lauhmahfudz. Wallah hu alam.
Sehingga,
aku ingin fokus pada itu semua, terlebih adikku yang kini masih berjuang di
bangku perguruan tinggi menyelesaikan studi, tak sedikit biaya yang dibutuhkan,
mengharap orang tua, rasanya aku sudah tak tahu malu lagi bila demikian. Aku sudah
bekerja, meski penghasilan minim, namun inilah saatnya aku berperan untuk
membantu meringankan beban kedua orang tuaku, dengan cara membantu mereka
membiayai kuliah adikku, serta sedikitnya memenuhi kebutuhan sendiri tanpa
meminta-minta pada ortu. Selalu terkenang, betapa mama dan papa selalu
bersemangat untuk membangun rumah nyaman, lagi-lagi tertunda karena biaya
pendidikan kami selalu menjadi prioritas utama. Pada akhirnya, harus kuat atas
bisik-bisik tetangga tentang rumah kami yang reot. Kata mama, asal masih bisa
ditempati ketika hujan turun, terlindung dari panas, dan dapat tidur ketika
malam tiba. Kata papa, asal kita masih bisa makan tanpa mengemis, tidak mencuri
ketika kekurangan, dan tetap sekolah walau pas-pasan.
Papa
dan mama sangat yakin, bahwa dengan sekolah dan mamiliki ilmu pasti cahaya
perubahan itu akan segera terlihat menyilaukan mata. Tidak untuk membanggakan
diri apalagi ajang pamer dikalangan masyarakat, namun papa dan mama hanya ingin
aku dan adikku bisa lebih baik dari mereka, lebih tahu, dan juga kelak bisa berguna
di tengah masyarakat. Bukan menjadi seonggok yang terbuang dan terinjak
layaknya sampah masyarakat karena kebodohan dan kelumpuhan kreatifitas. Aku mulai
memahami betapa keras konsekuensi atas pilihan yang telah ku pilih. Ya, seperti
kata orang bijak, hidup itu pilihan. Sehingga, harus siap atas segala
konsekuennya. 12
tahun mengarungi bangku pendidikan sekolah, nasehat yang selalu terdengar dari
lisan sang guru adalah bila ingin mendaki sebuah puncak, harus siap
tergelincir, harus mampu meski harus merayap bahkan merangkak sekalipun,
percayalah pasti puncak itu akan kita pijakki.
Itulah kesimpulan dari segala cerita, nasehat, serta pesan guru-guruku semasa sekolah. Hanya siswa yang paham dan mau berubah yang bisa melakukannya. Aku telah membuktikan itu semua. Aku pun selalu ingat nasehat mama dan papa, baik-baik dalam bergaul agar kehormatan tetap terjaga, belajar dan jangan merasa pintar sehingga kesuksesan akan terpancar, selalu berdoa karena doa adalah pintu, tiang, serta nafas disegala sisi kehidupan.
Itulah kesimpulan dari segala cerita, nasehat, serta pesan guru-guruku semasa sekolah. Hanya siswa yang paham dan mau berubah yang bisa melakukannya. Aku telah membuktikan itu semua. Aku pun selalu ingat nasehat mama dan papa, baik-baik dalam bergaul agar kehormatan tetap terjaga, belajar dan jangan merasa pintar sehingga kesuksesan akan terpancar, selalu berdoa karena doa adalah pintu, tiang, serta nafas disegala sisi kehidupan.
Untuk kedua orang tuaku serta guru-guruku,
kalian adalah pahlawan dalam metamorphosis
hidupku. Untuk Mama, perjuanganmu terlalu special dalam melahirkanku sehingga
ketika hari lahirku (tanggal 21 Desember), layaklah bagimu bila keesokannya (22
Desember) dinyatakan sebagai hari Ibu, dan diikuti oleh seluruh Indonesia dalam
mengenangnya. Itulah sejarah hari ibu versi-ku. Sebagai satu-satunya sosok
pahlawan yang mampu meneruskan peradaban dunia dengan kerunia Allah Swt (Rahim/
kasih sayang).
Selamat
Hari Ibu untuk Mama Tercinta. . Mmmuaachh. . :*
(Moutong,
22- Desember- 2015. Pkl: 02.26 Wita)