Selasa, 19 Juni 2012

Resume Mata kuliah Kewarganegaraan



“Negara-negara yang masih memberlakukan hukuman mati”
Tujuan diciptakannya hukuman mati adalah  selain adanya jaminan dan kepastian perlindungan serta tatatertib dalam berbangsa dan bernegara adalah agar pemerintah dan negara terlihat berwibawa dihadapan rakyatnya (termasuk penggerak roda pemerintahan) dan juga memiliki eksistensi di mata dunia. Selain itu juga bertujuan untuk menimbulkan efek jera dan menjadi pelajaran bagi warganya.
Hukuman mati memang lebih hebat efek jeranya ketimbang hukuman seumur hidup. Hal ini sesuai dengan kajian yang berhasil dianalisis oleh PBB menyebutkan bahwa survey dilakukan tahun 1998 - 2002 tentang hubungan antara praktik hukuman mati dan angka kejahatan pembunuhan memperlihatkan ancaman hukuman mati lebih memberi efek jera yang lebih ekstrim ketimbang hukuman seumur hidup dalam perkara pembunuhan.
Banyak negara menerapkan berbagai macam model dan jenis hukuman untuk mencapai tujuan di atas. Ada negara yang menerapkan hukuman pancung untuk pelaku kriminal yang memenuhi syarat diterapkan eksekusi tersebut. Ada juga yang menerapkan hukuman gantung, ada yang menerapkan hukuman di kursi listrik dan bahkan ada yang harus menjalani suntikan mati. Tapi kebanyakan hukuman paling berat yang diterapkan di berbagai negara adalah eksekusi tembak mati di hadapan regu tembak.
Menurut Amnesti Internasional, setidaknya 5.837 eksekusi dilakukan di 22 negara dan teritori ditahun 2010. Artikel ini memuat daftar 10 negara dengan jumlah vonis hukuman mati, dan eksekusi mati terbanyak di seluruh dunia . juga sebagian mencantumkan pelaksanaan hukuman mati yang dilakukan secara sepihak dari militer yang diberi wewenang

1.Cina

Negara ini paling getol melakukan hukuman mati. Parahnya lagi, tidak ada informasi pasti mengenai jumlah orang yang dieksekusi. Sebabnya? Data semacam itu dianggap rahasia negara. Namun, beberapa pihak, termasuk sumber dari pemerintahan memperkirakan lebih dari 2.000 terpidana tewas karena pelbagai kasus, terutama pembunuhan, korupsi, dan melawan negara.

Cara eksekusi paling sering digunakan di negara itu adalah suntik mati. Kepada beberapa lembaga hak asasi internasional, pemerintah Cina mengaku sudah mengurangi jumlah eksekusi mati selama empat tahun terakhir.
Statistik:
3400 eksekusi mati pada tahun 2004
470 eksekusi mati pada tahun 2008
5000 eksekusi mati pada tahun 2010
Sumber: Amnesty International
Kejahatan: Peredaran obat terlarang, terorisme, memproduksi ataupun mendistribusikan barang-barang beracun dan berbahaya, perdagangan seks dan penipuan kartu kredit. Ada 68 kejahatan secara total.
Keterangan: Cina tidak melepaskan ke publik tentang informasi jumlah pasti NAPI yang dieksekusi. dan para pengamat ahli percaya bahwa angka kematian akibat hukuman mati di China jauh lebih tinggi dari yang dilaporkan Amnesty International . 60-80% dari seluruh eksekusi mati di dunia, telah dilakukan di Cina.

2. Amerika Serikat:
Negara yang sering disebut bapak demokrasi dunia ini ternyata menjadi negara nomor lima yang paling banyak melaksanakan hukuman mati tahun lalu. Amerika juga menjadi satu-satunya negara maju yang getol menyuntik mati atau menembak para penjahat kelas berat. Seperti di Malaysia, pembunuhan berencana merupakan penyebab utama seseorang dieksekusi di negara Adi Daya itu. Sebanyak 43 hukuman mati dilaksanakan sepanjang 2011.
Statistik:
34 dari 50 negara bagian menerapkan hukum pidana mati
52 eksekusi mati tahun 2009
37 eksekusi mati tahun 2008
98 eksekusi mati pada tahun 1999
Kejahatan: Pembunuhan, spionase, pengkhianatan
Keterangan: Jumlah hukuman mati menurun. Texas terus menjadi negara dengan eksekusi yang paling tinggi. Mereka telah mengeksekusi mati 473 orang sejak tahun 1976.

3.Arab Saudi
Kerajaan kaya minyak ini berada di urutan ketiga negara yang sering memancung pelanggar hukum. Jumlah pesakitan yang meregang nyawa tahun lalu sebanyak lebih dari 82 orang. Penerapan syariah secara ketat merupakan salah satu alasan tingginya jumlah hukuman mati. Rukiyah, seorang tenaga kerja wanita Indonesia termasuk dalam daftar itu ketika dipancung pada 18 Juni 2011, karena pembunuhan.
Statistik:
39 eksekusi pada tahun 2006
144 eksekusi pada tahun 2007
27 eksekusi tahun 2010
Kejahatan: Pembunuhan, pemerkosaan, perzinahan, perampokan, penggunaan narkoba, PeMurtadan
Keterangan: hukuman mati di Arab Saudi dilakukan di depan umum.dan kebanyakan eksekusi dilakukan dengan pemenggalan.

4. Iran
Negeri Mullah ini rupanya tidak segan menghukum mati pesakitan. Konon, jumlah itu meningkat setelah unjuk rasa besar-besaran para penentang terpilihnya kembali Presiden Mahmud Ahmadinejad tiga tahun lalu. Secara keseluruhan, negara Syiah itu menggantung lebih dari 360 penjahat tahun lalu.
Statistik:
177 eksekusi mati pada tahun 2006
317 eksekusi mati pada tahun 2007
312 eksekusi mati pada tahun 2010
Kejahatan: Pembunuhan, pemerkosaan, perzinahan, perampokan, penggunaan narkoba, perdagangan, pedofilia, homoseksualitas, spionase
Keterangan: Iran telah keterlaluan dalam menerapkan hukuman mati, karena telah menerapkan rajam pada anak di bawah umur. Ada dua jenis hukuman yang mengakibatkan vonis mati:
1) retribusi-untuk pembunuhan;
2) kejahatan reguler seperti perkosaan dan perampokan.

5. Korea Utara:
Statistik:
60 eksekusi mati tahun 2010
75 eksekusi mati antara 2007 dan 2010

Kejahatan:
Pembunuhan, pencurian, pembangkangan politik, pengkhianatan, spionase, pembelotan, melihat media yang tidak disetujui oleh pemerintah.
Keterangan: Eksekusi dilakukan di tempat umum oleh regu tembak. tahun 2007, seorang kepala pabrik pemotongan batu dieksekusi karena tidak menyediakan info tentang latar belakang ayahnya.Korban eksekusi berusia 74 tahun.



6. Burma
Statistik: Jumlah Pasti Eksekusi termasuk rendah karena eksekusi terpidana mati dilakukan dengan cara lain.Juga tidak ada informasi yang dapat dipercaya tentang statistik dari hukuman mati. Pemerintah Junta militer Burma tidak menyediakan informasinya.
Kejahatan: Oposisi Politik, Pembunuhan, Pemerkosaan
Keterangan: Pemerintah Junta Militer Burma telah mengeksekusi lawan-lawan politik mereka sejak tahun 1989 ketika Junta militer berkuasa. Ada peraturan Hukum bela diri 1989 yang memungkinkan pihak militer untuk menjatuhkan hukuman mati pada orang-orang yang menentang pemerintah secara sepihak dan langsung.

7. Pakistan
Statistik: 135 orang dieksekusi pada tahun 2007 (sebagian besar untuk pembunuhan)
Kejahatan: Penghujatan, perzinahan, pembunuhan. dan 27 kejahatan lain
Keterangan: Semua pidana mati dilakukan dengan digantung, kecuali perzinahan. Hukuman untuk zina adalah rajam. Pakistan memiliki rekor tinggi pembunuhan demi kehormatan di mana anggota keluarga membunuh anggota keluarga lain karena dianggap telah mengkhianati dan tidak menghormati mereka. Sistem peradilan undang-undang mencegah pemerintah untuk mengeksekusi orang di bawah 18 pada tahun 2000.


8. Syria
Statistik:
setidaknya 17 eksekusi mati tahun 2010
Kejahatan: Pengkhianatan, pembunuhan, tindakan politik terhadap pemerintah, perampokan, pemerkosaan, oposisi politik.
Keterangan: Syiria menentang larangan PBB untuk mengakhiri hukuman mati.Mereka masih melakukan eksekusi mati dengan penggantungan dan penembakan di depan publik .

9.Yaman:
Statistik:
80 orang dieksekusi mati pada tahun 2001
10 orang dieksekusi mati pada tahun 2002
7 orang ditembak mati pada tahun 2003
13 orang dieksekusi mati pada tahun 2007
53 orang dieksekusi mati pada 2010
Kejahatan: Perzinahan, murtad, perdagangan narkoba, pemerkosaan dan pembunuhan
Keterangan: Hukuman mati dilakukan dengan cambuk dan rajam di depan khalayak ramai.
Negara ini juga dikenal karena telah mengeksekusi anak-anak, termasuk pada tahun 1993 seorang anak berusia 13 tahun juga telah dieksekusi mati. Mereka memilih menentang resolusi PBB untuk melarang hukuman mati pada tahun 2008.

10. Libya:
Statistik:
sedikitnya 18 orang dieksekusi mati pada 2010.
Ini tidak termasuk orang-orang yang meninggal akibat kekerasan militer militer dan tindakan keras pemerintah pada pemrotes terhadap pemerintahan khadaffi.

Kejahatan: Pengkhianatan, perubahan paksa pemerintah, merencanakan pembunuhan
Keterangan: Dalam beberapa tahun terakhir, Libya telah memiliki eksekusi lebih dari negara Afrika lainnya.


Sejarah Lokal Edukatif Inspiratif


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................             1         
DAFTAR ISI.............................................................................................................             2

BAB 1
1.1 PENDAHULUAN.............................................................................................             3

BAB 2
A.   DEFINISI SEJARAH LOKAL EDUKATIF INSPIRATIF.............................             4
B.   CONTOH PENULISAN SEJARAH LOKAL EDUKATIF INSPIRATIF.....             5


BAB 3

PENUTUP
1.2  KESIMPULAN ...............................................................................................             8

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................                         9









KATA PENGANTAR
       
    Sebelumnya penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa yang telah memberi rahmat dan kekuatan kepada penulis untuk menyelesaikan tugas SEJARAH LOKAL ini.
      Judul yang disajikan penulis adalah tentang Sejarah Lokal Edukatif Inspiratif.
      Meskipun penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam menyusunnya ,namun penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan didalamnya. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi terwujudnya penyempurnaan penulisan pada tugas berikutnya.
      Akhirnya penulis berharap semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca pada umumnya dan pada penulis sendiri khususnya.



                                                                                                            Gorontalo, Maret 2012
                                                                                                            Penyusun

                                                                                                                                                                KELOMPOK 3










BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
            Indonesia adalah negara yang bersejarah adalah ada bagian-bagian sejarah daerah yang luput dari perhatian sebab tidak pernah diungkapkan.. Banyak sekali tragedi atau peristiwa yang terjadi di negeri Indonesia. Mulai dari masa prasejarah, masa kerajaan, masa kolonial hangga masa kemerdekaan mewarnai sejarah panjang negeri kita ini.
            Menyusun sejarah Lokal memang tercermin dalam kata Edikatif dan Inspiratif, yang sering diangap merupakan salah satu aspek penting dalam mempelajari sejarah. Menyadari guna edukatif dari sejarah berarti menyadari makna dari sejarah sebagai gambaran peristiwa masa lampau yang penuh arti. Sedangkan kata inspiratif mengandung makna yang hampir sama dengan pengertian edukatifr seperti dijelaskan diatas hanya disini yang lebih ditekankan adalah “daya gugah” yang ditimbulkan oleh usaha mempelajari sejarah itu.
            Sebagai warga Indonesia, sudah sepantasnya bagi kita untuk mengenali sejarah- sejarah yang telah terjadi di negeri kita ini. Hal ini dimaksudkan agar kita dapat menjadikan sejarah itu sebagai sebuah refleksi untuk melangkah ke depan menggapai cita-cita.
            Istilah sejarah lokal di Indonesia kerap digunakan pula sebagai sejarah daerah, sedangkan di Barat disamping dikenal istilah local history juga community history, atau neighborhood history, maupun nearby history. Ketika kita berbicara sejarah lokal disini bukan sejarah lokal tradisi, semisal babad, hikayat, lontara, tambo, ataupun lainnya. Melainkan sejarah yang menceritakan regionalitas, kedaerahan secara batasan-batasan tertentu. Misalkan melalui batasan-batasan geografis atau keberadaan suku yang mendiami tempat tersebut . Atau istilah lainnya ialah sejarah daerah (Moh. Ali 2005:155).
            Pada awal pasca kemerdekaan, kebutuhan akan adanya sejarah nasional sangat tinggi guna mendukung eksistensi dari negara Indonesia yang baru tertentuk. Namun kemudian setelah beberapa lama disadari bahwa kecenderungan penulisan sejarah yang nasional sentries dapat mengabaikan realitas dinamika sosial yang majemuk, yang ada di masing-masing bagian wilayah republik ini (Sabang-Merauke). Hal ini tentu saja dapat merugikan bangsa Indonesia sendiri, karena sejarah yang bersifat nasional kerap mengabaikan makna bagi komunitas tertentu.
BAB 2
PEMBAHASAN

A.   Definisi Sejarah Lokal Edukatif Inspiratif
Sejarah lokal edukatif Inspiratif adalah jenis sejarah lokal yang disusun dalam rangka mengembangkan kecintaan Sejarah Lingkunagnnya, yang menjadi pangkal bagi timbulnya kesadaran (kesadaran lingkungan dalam rangka kesadaran sejaran nasional). Menyusun sejarah Lokal seperti kata Edikatif dan Inspiratif, yang sering diangap merupakan aspek penting dalam mempelajari sejarah. Menyadari guna edukatif dari sejarah sebagai makna gambaran peristiwa masa lampau yang penuh arti. Sedangkan kata inspiratif mengandung makna yang hampir sama dengan edukatifr hanya disini yang lebih ditekankan adalah “daya gugah” yang ditimbulkan oleh usaha mempelajari sejarah itu. Jadi kedua kata itu menunjukan semangat yang bisa dikembangkan dalam sejarah.
            Jadi penulis sejarah lokal ini menyusun sejarah Lingkungannya untuk mencapai tujuan-tujuan seperti digambarkan diatas. Biasa Lembaga pendidikan atau badan pemerintah daerah yang menggunakan Tipe ini yang mengnggap tugas ini sebagai bagian dari upaya pembangunan, khususnya pembangunan mental masyarakat juga pembanguna fisik karena diyakini apabila mental berhasil yaitu adanya kebangaan serta harga diri kolektif akan memudahkan bagi pemerintah setempat untuk memotifasi masyarakat untuk berpartisifasi dalam pembangunan fisik.
Biasanaya kegiatan ini dilakukan oleh para sejarawam non-profrsional seperti guru-guru, Lembaga pendidikan atau badan pemerintah daerah yang menggunakan Tipe ini sebagai upaya pembangunan, khususnya pembangunan mental masyarakat dan pembanguna fisik karena apabila mental berhasil memudahkan bagi pemerintah setempat untuk memotifasi masyarakat untuk berpartisifasi dalam pembangunan fisik. Biasanaya dilakukan oleh para sejarawam non-profrsional seperti guru-guru, khususnya guru Sejarah.





B.   Contoh Penulisan Sejarah Lokal Edukatif Inspiratif


            Tipe Sejarah Lokal Educatif ; Inspiratif (naratif), tipe ini menimbulkan inspirasi yang lebih baik, nilai-nilai dalam kehidupan, pengaman (institusi, peristiwa yang sifatnya membanggakan daerah). Berikut ini suatu contoh jenis Sejarah Lokal Edukatif Inspiratif,

      Buku yang berjudul “Pandangan dan Gejolak ini” merupakan karya dari seorang profesor sejarah di Ohio University , Amerika Serikat. Pengalaman William H Frederick dalam menyunting buku Pedoman Sejarah Indonesia; Sebelum dan Sesudah Kemerdekaan, membuat ia melakukan penulisan kembali mengenai Sejarah Indonesia yang berjudul “Pandangan Dan Gejolak; Masyarakat Kota dan Lahirnya Revolusi Indonesia (Surabaya 1926-1946)”. Adapun hasil karya yang diterbitkan dalam lima bahasa ini (Indonesia, Inggris, Perancis, Jepang, dan Belanda) merupakan wujud kontribusinya dalam melakukan penulisan mengenai sejarah lokal di Indonesia.

             Pada isi buku menceritakan mengenai keberadaan masyarakat Surabaya dengan struktur dan tatanan kehidupannya mulai dari masa kolonial hingga masa pergerakan. Pada pemaparan dijelaskan mengenai keberadaan kelas, golongan, peran pemuda, sistem ekonomi, pemerintahan, perebutan kekuasaan yang terlihat pada kedatangan Belanda pasca kemerdekaan Indonesia dengan membonceng tentara Inggris. Seluruh aspek yang menyangkut tatanan kehidupan diuraikan pada buku ini, namun demikian diantara hal yang diuraikan respons masyarakat Surabaya atas kemerdekaan Indonesia lah yang merupakan bagian terpenting. Dimana semangat kemerdekaan yang ada kemudian akan terwujud pada peristiwa 10 Nopember yang sampai saat ini dikenal sebagai Hari Pahlawan. Adapun hal yang menjadikan semangat masyarakat Surabaya berkobar-kobar karena kaum terpelajar Surabaya menekankan bahwa tanggung jawab atas kemerdekaan itu sangatlah berat. (Frederick, 1989:234).

            Kaum terpelajar Surabaya yang dalam pembagian kelasnya disebut golongan priyayi (elite Indonesia) oleh masyarakat kampung ini menyatakan diri mereka sebagai pewaris posisi kewenangan, dan dalam kapasitas yang mereka miliki berharap agar peralihan menuju negara Indonesia seutuhnya dapat berjalan lancar. Apalagi mereka tidak menginginkan adanya penjajahan. Bukti dari ketidaksenangan masyarakat Surabaya atas penjajahan yang dilakukan oleh Belanda pada masa lalu adalah bentuk pemogokan dan protes penting yang terjadi pada tahun 1920,1921, 1923, 1925-1926. Pada masa itu terdapat golongan kampung Surabaya yang melawan perusahaan Belanda. Adapun golongan tersebut ada yang berprofesi sebagai buruh kereta api, kuli pelabuhan dan sebagainya. Bahkan pada tahun 1931 terjadi kerusuhan besar di kampung karena terdapat pertentangan dengan pemerintah. (Frederick, 1989:14).

             Dengan masuknya pendidikan barat sekitar tahun 1920-1930 an tentunya melahirkan golongan terpelajar pribumi. Pada tahun tersebut Surabaya dapat dikatakan sebagai pangkalan dari sejumlah besar kelompok pergerakan. Kaum pelajar pribumi yang mulai memiliki semangat nasionalisme mulai menyuarakan gagasan kemerdekaan dengan berbagai cara. (Frederick, 1989:51). Kemerdekaan yang telah diperoleh oleh Indonesia tidaklah diakui oleh Belanda. Hal ini karena Belanda memiliki NiCA (The Netherlands East Indies Civil Administration/ Pemerintahan Sipil Hindia Belanda) yang dibentuk oleh Australia pada akhir tahun 1944. (Frederick, 1989:252). Bagi arek-arek Surabaya NICA merupakan alat yang bertujuan untuk mengembalikan kedudukan Belanda di tanah jajahan seperti semula. Namun demikian pribumi di Surabaya seolah pantang menyerah. Bahkan anak-anak kecil di Surabaya mulai memisahkan diri dari anak-anak Belanda. Di setiap sekolah yang ada di Surabaya anak-anak mulai ingin menunjukan adanya pertikaian satu sama lain.

             Pada tanggal 19 September 1945 berkibarnya bendera merah-putih biru milik Belanda memicu kemarahan pemuda Surabaya. Ketika itu terjadi peristiwa baku hantam yang dalam cerita revolusi Surabaya sejarah ini mendapatkan tempat terhormat. Adapun semangat nasionalisme yang ditunjukan oleh pemuda Surabaya ini kemudian terwujud dalam peristiwa 10 Nopember 1945. Peristiwa ini diawali oleh persekutuan antara pasukan Inggris-India serta pengikut Belanda yang mencapai penjara Kalisosok untuk menembaki orang Indonesia yang tak bersenjata. (Frederick, 1989:355). Adapun peristiwa berlangsung selama tiga minggu dan bersifat destruktif. (Frederick, 1989:356). Pada peristiwa ini banyak sekali menjatuhkan korban. Dari pihak Indonesia dalam laporan tercatat ada 430 korban. Sebenarnya pada peristiwa ini memakan ribuan korban, dari pihak Inggris saja tercatat 7500 korban luka dan 2500 orang tewas.

             Pada peristiwa ini secara teknis pihak sekutu dinyatakan menang, namun adanya pertempuran yang banyak memakan korban dari pihak Inggris membuat Inggris harus mempertimbangkan kembali kedudukan di Indonesia. Adanya pertempuran yang terjadi di Surabaya ini telah mengundang perhatian dunia karena peristiwa ini perjuangan Indonesia kemudian diinternasionalisasikan. Adanya pertahanan rakyat Surabaya merupakan wujud semangat kepahlawanan dengan yang menanamkan kekuatan emosional yang simbolik serta luar biasa. Penulis membuat buku ini karena peristiwa yang terjadi tentunya memberikan inspirasi dan menanamkan semangat kedaerahan yang mampu berkontribusi untuk nasional.
             Apalagi peristiwa yang teerjadi mampu mengundang perhatian dunia, maka wajar saja kalau tanggal 10 Nopember ditetapkan sebagai hari pahlawan. Hal itu untuk menghargai semangat perjuangan rakyat Surabaya dalam mempertahankan Indonesia. Buku ini kami golongkan ke dalam tipe sejarah lokal yang inspiratif dan edukatif karena isinya menunjukan semangat dan mengajarkan untuk mempertahankan kemerdekaan yang sudah diraih. Dari buku ini kita dapat belajar kalau memperoleh kemerdekaan itu adalah beban yang amat berat maka itu harus dipertanggung jawabkan. Semangat kebangsaan yang terjadi secara lokal telah memberikan kontribusi yang besar. Adanya pendidikan untuk memegang teguh rasa tanggung jawab merupakan hikmah yang diambil pada peristiwa Surabaya.



























BAB 3

PENUTUP

1.2  Kesimpulan

             Yang dimaksud dengan Sejarah lokal edukatif Inspiratif adalah jenis sejarah lokal yang disusun dalam rangka mengembangkan kecintaan Sejarah terutam apda sejarah Lingkunagnnya, yang kemudian menjadi pangkal bagi timbulnya kesadaran sejarah dalam artian yang luas (kesadaran lingkungan dalam rangka kesadaran sejaran nasional).


































DAFTAR PUSTAKA

                http://wikipedia.com/sejarah-lokal-edukatif-inspiratif/


Rabu, 06 Juni 2012

Peran Generasi Muda Dalam Pembinaan Bahasa Daerah


1.      Latar Belakang
Seperti yang kita ketahui, banyak sekali bahasa daerah digunakan sebagai bahasa berkomunikasi setiap harinya di masyarakat setempat. Hal ini dikarenakan tidak semua masyarakat memahami penggunaan bahasa Indonesia yang baku. Selain itu masyarakat merasa canggung menggunakan bahasa Indonesia yang baku di luar acara formal atau resmi. Oleh karena itu, masyarakat lebih cenderung menggunakan bahasa Indonesia yang telah terafiliasi oleh bahasa daerah, baik secara pengucapaan maupun arti bahasa tersebut. Kebiasaan penggunaan bahasa daerah ini sedikit banyak akan berpengaruh terhadap penggunaan bahasa Indonesia yang merupakan bahasa resmi negara Indonesia.
Kalau diperhatikan, bahasa paling popular sekarang ini adalah bahasa-bahasa gaul, bahkan bahasa Indonesia sendiri sudah tidak begitu diperhatikan dalam pengucapannya, terkadang sudah tidak baku lagi. Apalagi bahasa daerah, yang kebanyakan dianggap oleh generasi muda tidak begitu penting untuk dipelajari, ini semua karena menjaga gengsi, takut dianggap ketinggalan zaman, kampungan, dan lain-lain. Sehingga tanpa mereka sadari, bahasa daerah akan punah seiring berkembangnya zaman. Memang, tidak seharusnya juga kita menggunakan bahasa daerah didalam keseharian kita, namun setidaknya kita bisa tahu tentang bahasa daerah kita sendiri ketika orang  menanyakannya pada kita. Sehingga, kita harus memberikan pembinaan terhadap generasi muda untuk menyadarkan tentang penggunaan dan fungsi bahasa daerah itu sendiri.
Keanekaragaman budaya dan bahasa daerah mempunyai peranan dan pengaruh terhadap bahasa yang akan diperoleh seseorang pada tahapan berikutnya, khususnya bahasa formal atau resmi yaitu bahasa Indonesia. Sebagai contoh, seorang anak memiliki ibu yang berasal dari daerah Sekayu sedangkan ayahnya berasal dari daerah Pagaralam dan keluarga ini hidup di lingkungan orang Palembang. Dalam mengucapkan sebuah kata misalnya “mengapa”, sang ibu yang berasal dari Sekayu mengucapkannya ngape (e dibaca kuat) sedangkan bapaknya yang dari Pagaralam mengucapkannya ngape (e dibaca lemah) dan di lingkungannya kata “megapa” diucapkan ngapo. Ketika sang anak mulai bersekolah, ia mendapat seorang teman yang berasal dari Jawa dan mengucapkan “mengapa” dengan ngopo. Hal ini dapat menimbulkan kebinggungan bagi sang anak untuk memilih ucapan apa yang akan digunakan.
Akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa keanekaragaman budaya dan bahasa daerah merupakan keunikan tersendiri bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan yang harus dilestarikan. Dengan keanekaragaman ini akan mencirikan Indonesia sebagai negara yang kaya akan kebudayaannya. Berbedannya bahasa di tiap-tiap daerah menandakan identitas dan ciri khas masing-masing daerah. Masyarakat yang merantau ke ibukota Jakarta mungkin lebih senang berkomunikasi dengan menggunakan bahasa daerah dengan orang berasal dari daerah yang sama, salah satunya dikarenakan agar menambah keakraban diantara mereka. Tidak jarang pula orang mempelajari sedikit atau hanya bisa-bisaan untuk berbahasa daerah yang tidak dikuasainya agar terjadi suasana yang lebih akrab. Beberapa kata dari bahasa daerah juga diserap menjadi Bahasa Indonesia yang baku, antara lain kata nyeri (Sunda) dan kiat (Minangkabau).







2.      Permasalahan
 Sehubungan dengan kaitan ini penulis menemukan beberapa permasalahan didalam pembahasan mengenai bahasa daerah khususnya dikalangan generasi muda.
1.      Bagaimana fungsi  bahasa dan devinisi bahasa dari para ahli?
2.      Bagaimana revitalisasi bahasa daerah dikalangan generasi muda?
3.      Bagaimana kedudukan dan fungsi bahasa daerah?
4.      Bagaimana peran bahasa daerah dalam persatuan bangsa?
5.      Apakah ada pertentangan dalam penggunaan bahasa daerah dengan bahasa nasional?
6.      Apa saja dampak positif dan negative penggunaan bahasa daerah didalam bahasa Indonesia?

3.      Pengertian
Bahasa daerah adalah suatu bahasa yang dituturkan di suatu wilayah dalam sebuah negara kebangsaan; apakah itu pada suatu daerah kecil, negara bagian federal atau provinsi, atau daerah yang lebih luas. Sedangkan defenisi Bahasa Daerah dalam hukum Internasional yang termuat dalam rumusan Piagam Eropa untuk Bahasa-Bahasa Regional atau Minoritas diartkan bahwa "bahasa-bahasa daerah atau minoritas" adalah bahasa-bahasa yang secara tradisional digunakan dalam wilayah suatu negara, oleh warga negara dari negara tersebut, yang secara numerik membentuk kelompok yang lebih kecil dari populasi lainnya di negara tersebu; dan berbeda dari bahasa resmi (atau bahasa-bahasa resmi) dari negara tersebut.
Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Bahasa yang baik berkembang berdasarkan suatu sistem, yaitu seperangkat aturan yang dipatuhi oleh pemakainya. Bahasa sendiri berfungsi sebagai sarana komunikasi serta sebagai sarana integrasi dan adaptasi.
Berikut ini adalah pengertian dan definisi bahasa menurut para ahli:
1.      Sudaryono
Bahasa adalah sarana komunikasi yang efektif walaupun tidak sempurna sehingga ketidaksempurnaan bahasa sebagai sarana komunikasi menjadi salah satu sumber terjadinya kesalahpahaman.
2.      Carrol
Bahasa adalah sebuah sistem berstruktural mengenai bunyi dan urutan bunyi bahasa yang sifatnya manasuka, yang digunakan, atau yang dapat digunakan dalam komunikasi antar individu oleh sekelompok manusia dan yang secara agak tuntas memberi nama kepada benda-benda, peristiwa-peristiwa, dan proses-proses dalam lingkungan hidup manusia.
3.      Ferdinand De Saussure 
Bahasa adalah ciri pembeda yang paling menonjol karena dengan bahasa setiap kelompok sosial merasa dirinya sebagai kesatuan yang berbeda dari kelompok yang lain.
Mengenai bahasa daerah , kita tahu bahwa dalam UUD 1945 dinyatakan juga bahwa bahasa daerah yang masih dipakai sebagai alat perhubungan yang hidup dan dibina oleh masyarakat pemakainya dihargai oleh Negara karena ia merupakan bagian daripada kebudayaan bangsa yang hidup (J.S. Badudu 1985: 07).





4.      Pembahasan
Dalam penulisan ini, penulis menguraikan beberapa sub-sub pokok pembahasan yang terkait dengan judul.
a.       Revitalisasi Bahasa Daerah Dikalangan Generasi Muda.
Mengapa kita perlu memvitalkan kembali bahasa daerah di saat-saat sekarang ini. Di tengah arus globalisasi yang mendunia ini, perlu secepatnya kita berbenah diri sebelum terlambat. Dikarenakan kalau kita lambat dalam menghadapinya, maka yang terjadi justru kita terbawa arus globalisasi tersebut. Maka dari itu, dari sisi bahasa perlu kiranya kita menguatkan kembali peran dari bahasa lokal atau bahasa daerah dalam menghadapi arus globalisasi tersebut. 
Contoh nyata saja yang sekarang kita alami, yaitu begitu derasnya arus Bahasa Inggris masuk ke dalam setiap sendi kehidupan kita. Sadar atau tidak sadar, setiap yang kita lihat, dengar, rasakan, hampir sebagian besar berbahasa Inggris selain juga bahasa yang lain – tetapi bahasa Inggrislah yang sekarang sedang menguasai dunia. Mulai dari barang-barang yang kecil seperti pena, pensil, sandal, sampai ke barang-barang yang besar seperti TV, Komputer, Mobil, dan lain-lain hampir semuanya terpampang bahasa Inggris. Bahkan ada juga yang diproduksi oleh pabrik Indonesia, tetapi menggunakan Bahasa Inggris baik di dalam kemasannya ataupun dalam hal pemasarannya.
Dilihat dari sisi pendidikan pun sama, hampir di setiap sekolah terdapat pelajaran bahasa Inggrisnya, bahkan tingkatan TK-SD pun sudah mengenal Bahasa Inggris. Lantas apakah bahasa daerah atau bahkan bahasa nasional pun bisa berlaku demikian. Belum tentu. Kita bisa tengok di dalam pendidikan kita, bahasa daerah hanya sebatas pelajaran muatan lokal yang kadang merupakan pelajaran yang kurang disukai, kalah dengan pelajaran matematika, IPA, atau Bahasa Indonesia. Bahkan mungkin juga dalam menerangkan pelajaran muatan lokal tersebut menggunakan bahasa Indonesia. Apabila memang demikian, perlu sekiranya kita rubah mulai dari sekarang.
Oleh karena itu, diperlukan usaha yang keras dari semua pihak dalam memvitalkan kembali peran dari bahasa daerah sebagai bahasa asli daerah setempat. Tanggung jawab ini tidak bisa hanya diserahkan begitu saja kepada pemerintah lewat dewan bahasa atau apapun. Akan tetapi, semua pihak mulai dari lingkungan keluarga sampai dengan lingkungan daerah setempat untuk bisa mempertahankan kearifan lokal berupa bahasa daerah tersebut.
Tentunya ini hanya sebagian kecil saja usaha yang perlu dilakukan dalam memvitalkan kembali peran bahasa daerah. Masih terbuka luas kesempatan dan cara yang lain agar bahasa daerah bisa menjadi kekuatan bagi bangsa Indonesia, khususnya bagi daerah yang bersangkutan. 
b.      Kedudukan Dan Fungsi Bahasa Daerah
Bangsa Indonesia terdiri atas bermacam-macam suku atau kelompok etnis di tanah air. Tiap kelompok etnis mempunyai bahasa masing-masing yang dipergunakan dalam komunikasi antaretnis atau sesama suku. Perencanaan bahasa nasional tidak bisa dipisahkan dari pengolahan bahasa daerah, demikian pula sebaliknya. Itulah sebabnya di samping mengolah bahasa nasional, Politik Bahasa Nasional pun berfungsi sebagai sumber dasar dan pengarah bagi pengolahan bahasa daerah yang jumlahnya ratusan dan tersebar di seluruh pelosok nusantara. Hal itu sejalan dengan UUD 1945, Bab XV, Pasal 36 di dalam penjelasannya, dikatakan: “Bahasa daerah itu adalah merupakan bagian dari kebudayaan Indonesia yang hidup; bahasa daerah itu adalah salah satu unsur kebudayaan nasional yang dilindungi oleh negara”, yang fungsinya sebagaimana disimpulkan oleh peserta Seminar Politik Bahasa Nasional tahun 1975 di Jakarta, yakni: “Di dalam kedudukannya sebagai bahasa daerah, bahasa-bahasa seperti Sunda, Jawa, Bali, Madura, Bugis, Makassar, dan Batak berfungsi sebagai:
1. Lambang kebanggaan daerah,
2. Lambang identitas daerah, dan
3. alat perhubungan di dalam keluarga dan masyarakat daerah.
Di dalam hubungannya dengan fungsi bahasa Indonesia, bahasa daerah berfungsi sebagai:
1.      Pendukung bahasa nasional,
2.   Bahasa pengantar di sekolah dasar di daerah tertentu pada tingkat
permulaan untuk memperlancar pengajaran bahasa Indonesia dan mata pelajaran lain, dan
 alat pengembangan serta pendukung kebudayaan daerah” (Halim (Ed.), 1976:145—46).
Bahasa daerah merupakan bahasa pendukung bahasa Indonesia yang keberadaannya diakui oleh Negara. UUD 1945 pada pasal 32 ayat (2) menegaskan bahwa “Negara menghormati dan memilihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.” dan juga sesuai dengan perumusan Kongres Bahasa Indonesia II tahun 1954 di Medan, bahwa bahasa daerah sebagai pendukung bahasa nasional merupakan sumber pembinaan bahasa Indonesia. Sumbangan bahasa daerah kepada bahasa Indonesia, antara lain, bidang fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan kosa kata. Demikian juga sebaliknya, bahasa Indonesia mempengaruhi perkembangan bahasa daerah. Hubungan timbal balik antara bahasa Indonesia dan bahasa daerah saling melengkapi dalam perkembangannya.
Di daerah tertentu , bahasa daerah boleh dipakai sebagai bahasa pengantar di dunia pendidikan tingkat sekolah dasar sampai dengan tahun ketiga (kelas tiga). Setelah itu, harus menggunakan bahasa Indonesia , kecuali daerah-daerah yang mayoritas masih menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa ibu. Dalam tatanan pemerintah pada tingkat daerah , bahasa daerah menjadi penting dalam komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat yang kebanyakan masih menggunakan bahasa ibu sehingga dari pemerintah harus menguasai bahasa daerah tersebut yang kemudian bisa di jadikan pelengkap di dalam penyelenggaraan pemerintah pada tingkat daerah tersebut.
Bahasa daerah dan Bahasa Indonesia yang digunakan secara bergantian menjadikan masyarakat Indonesia menjadi dwibahasawan. Menurut Mackey dan Fishman (Chaer, 2004: 84) kedwibahasaan diartikan sebagai “...penggunaan dua bahasa oleh penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian”.
Bahasa daerah sebagai pendukung bahasa nasional sesuai dengan perumusan Kongres Bahasa Indonesia II tahun 1954 di Medan, merupakan sumber pembinaan bahasa Indonesia. Sumbangan bahasa daerah kepada bahasa Indonesia, antara lain, bidang fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan kosa kata. Demikian juga sebaliknya, bahasa Indonesia mempengaruhi perkembangan bahasa daerah. Hubungan timbal balik antara bahasa Indonesia dan bahasa daerah saling melengkapi dalam perkembangannya.
Kepunahan bahasa daerah di Indonesia dipetakan sebagai berikut : di Kalimanatan 50 bahasa daerah terancam punah dan satu sudah punah. Dari 13 bahasa di Sumatra, dua terancam punah dan satu sudah punah.Sulawesi yang memiliki 110 bahasa, 36 terancam punah dan satu sudah punah. Dari 80 bahasa daerah di Maluku, 22 terancam punah dan 11 sudah punah. Di daerah Timor, Flores, Bima, dan Sumba dari 50 bahasa yang ada sebanyak delapan terancam punah. Di daerah Papua dan Halmahera dari 271 bahasa sebanyak 56 bahasa terancam punah. Di Jawa tidak ada bahasa daerah terancam punah.
Berdasarkan berbagai kondisi di atas, perlu adanya suatu sistem yang mampu mensinergikan antara bahasa daearah sebagai bahasa ibu, bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, serta bahasa Inggris sebagai bahasa internasonal.

c.       Peran Bahasa Daerah Didalam Persatuan Bangsa

Persatuan bangsa Indonesia terbentuk bukan dari keseragaman, tetapi terbentuk dari keanekaragaman. Semboyan Bhineka Tunggal Ika selalu melekat di hati setiap warga negara Indonesia, karena dengan kebhinekaan inilah bangsa Indonesia ada. Bhineka Tunggal Ika tidak hanya menyangkut suku-suku, ras-ras, dan agama-agama saja, tetapi juga mencakup bahasa, karena pada hakekatnya bahasa melekat pada diri manusia. Sementara manusia itu sendiri merupakan pelaku kebudayaan.
Apa jadinya apabila bangsa Indonesia ini terbentuk dari keseragaman budaya, adat-istiadat, agama, bahasa, dan keseragaman yang lain. Ada pendapat menarik dari Cuellar (1996: 72) yang dikutip oleh Hidayat (2006: 40), yaitu setiap usaha yang memaksakan keseragaman atas kebhinekaan ini merupakan tanda-tanda awal kematian. Pernyataan ini memang terdengar ekstrim, tetapi bukannya tanpa alasan, karena pada dasarnya Tuhan menciptakan manusia berbeda-beda satu sama lain. Maka, apa jadinya ketika dunia ini semuanya sama, tidak ada perbedaan dan tentunya tidak ada warna warni kehidupan.  Lebih lanjut dikatakan bahwa khusus dalam hubungannya dengan keberagaman bahasa dikatakan bahwa kebhinekaan bahasa (linguistic diversity) merupakan aset kemanusiaan yang tak ternilai harganya, dan hilangnya sebuah bahasa merupakan pemiskinan (impoverishment) akan sumber pengetahuan dan pikiran masyarakatnya.  
d.      Dampak Positif dan Negatif Penggunaan Bahasa Daerah Didalam Bahasa Indonesia.

Berikut beberapa pengaruh atau dampak penggunaan bahasa daerah terhadap bahasa Indonesia:
1.      Dampak Positif
a) Bahasa Indonesia memiliki banyak kosakata.
b) Sebagai kekayaan budaya bangsa Indonesia.
c) Sebagai identitas dan ciri khas dari suatu suku dan daerah.
d) Menimbulkan keakraban dalam berkomunikasi.
2.  Dampak Negatif
a)   Bahasa daerah yang satu sulit dipahami oleh daerah lain.
b)   Warga negara asing yang ingin belajar bahasa Indonesia menjadi kesulitan karena terlalu banyak kosakata.
c)    Masyarakat menjadi kurang paham dalam menggunakan bahasa                   Indonesia yang baku       karena sudah terbiasa menggunakan bahasa   daerah.
d)   Dapat menimbulkan kesalahpahaman.
      Pada bahasa-bahasa daerah di Indonesia juga terdapat beberapa kata           yang sama dalam tulisan dan pelafalan tetapi memiliki makna yang            berbeda, berikut beberapa contohnya:
a.   Suwek dalam bahasa Sekayu (Sumsel) bermakna tidak ada.
      Suwek dalam bahasa Jawa bermakna sobek.
b.   Kenek dalam bahasa Batak bermakna kernet (pembantu sopir).
      Kenek dalam bahasa Jawa bermakna kena.
Melalui beberapa contoh itu ternyata penggunaan bahasa daerah memiliki tafsiran yang berbeda dengan bahasa lain. Jika hal tersebut digunakan dalam situasi formal seperti seminar, lokakarya, simposium, proses belajar mengajar yang pesertanya beragam daerahnya akan memiliki tafsiran makna yang beragam. Oleh karena itu, penggunaan bahasa daerah haruslah pada waktu, tempat, situasi, dan kondisi yang tepat.
5.      Simpulan
Bahasa menurut teori struktural, dapat didefinisikan sebagai suatu sistem tanda arbitrer yang konvensional (Soeparno 2002: 1). Artinya, bahasa memiliki ciri arbitrer dan konvensional. Sedangkan, bahasa daerah adalah suatu bahasa yang dituturkan di suatu wilayah dalam sebuah negara kebangsaan; apakah itu pada suatu daerah kecil, negara bagian federal atau provinsi, atau daerah yang lebih luas. Sedangkan defenisi Bahasa Daerah dalam hukum Internasional yang termuat dalam rumusan Piagam Eropa untuk Bahasa-Bahasa Regional atau Minoritas diartkan bahwa "bahasa-bahasa daerah atau minoritas" adalah bahasa-bahasa yang secara tradisional digunakan dalam wilayah suatu negara, oleh warga negara dari negara tersebut, yang secara numerik membentuk kelompok yang lebih kecil dari populasi lainnya di negara tersebu; dan berbeda dari bahasa resmi (atau bahasa-bahasa resmi) dari negara tersebut.
Di tengah arus globalisasi yang mendunia ini, perlu secepatnya kita berbenah diri sebelum terlambat. Dikarenakan kalau kita lambat dalam menghadapinya, maka yang terjadi justru kita terbawa arus globalisasi tersebut. Maka dari itu, dari sisi bahasa perlu kiranya kita menguatkan kembali peran dari bahasa lokal atau bahasa daerah dalam menghadapi arus globalisasi tersebut. Dilihat dari sisi pendidikan pun sama, hampir di setiap sekolah terdapat pelajaran bahasa Inggrisnya, bahkan tingkatan TK-SD pun sudah mengenal Bahasa Inggris. Lantas apakah bahasa daerah atau bahkan bahasa nasional pun bisa berlaku demikian. Belum tentu.


           
Persatuan bangsa Indonesia terbentuk bukan dari keseragaman, tetapi terbentuk dari keanekaragaman. Semboyan Bhineka Tunggal Ika selalu melekat di hati setiap warga negara Indonesia, karena dengan kebhinekaan inilah bangsa Indonesia ada. Bhineka Tunggal Ika tidak hanya menyangkut suku-suku, ras-ras, dan agama-agama saja, tetapi juga mencakup bahasa, karena pada hakekatnya bahasa melekat pada diri manusia.
Selain itu juga, dalam penggunaan bahasa daerah terdapat dampak positifnya dan juga negative. Contoh positifnya Indonesia mempunyai banyak kosa kata, tetapai dalam dampak negatifnya bahasa daerah satu sulit untuk dipahami oleh daerah yang lain. Bahasa nasional sebagai bahasa kedua yang menghendaki agar semua lapisan masyarakat menggunakannya, bisa berakibat bahasa daerah sebagai bahasa pertama sedikit demi sedikti terkikis. Apabila hal ini tetap dipaksakan, maka bahasa daerah yang kurang kuat alias sedikit penggunanya bisa menghilang bahkan tidak dikenal lagi di masa yang akan datang. Bahasa-bahasa daerah yang ada merupakan kekayaan kebudayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia yang tidak dimiliki oleh bangsa lain. Perlu kiranya kita apresiasi kebijakan tersebut. Namun demikian, kita tidak hanya memberi aplaus saja terhadap kebijakan tersebut, tetapi juga kita wajib menjaga kelestarian bahasa daerah yang ada di tanah air ini.





6.      Daftar Pustaka

Badudu, J.S,
                  1985. Cakrawala bahasa Indonesia. Jakarta: P.T Gramedia.
Asefamani
2008. peranan bahasa daerah dalam persatuan bangsa. Wordpress.com, (online), (http://asefamani.wordpress.com/2008/09/08/peranan-bahasa-
Daerah-dalam-persatuan-bangsa/html. Diakses 02 juni 2012)

      Ajisapto, Dwi
2011. pengaruh bahasa daerah dan bahasa asing. Blogspot.com,(online),(http://dwiajisapto.blogspot.com/2011/02/26/pengaruh-bahasa-daerah-Dan-bahasa-asing/html. Diakses 02 juni 2012)

Thalib, Ariyanti,
                  2012. kedudukan dan fungsi bahasa daerah. Blogspot.com