Senin, 11 Mei 2015

“Se-Level Dengannya”


"Tulisan ini merupakan tulisan perdana saya mengenai Motivasi dengan tema The Power Of  Love. Sebelumnya, tulisan saya hanya seputar makalah atau karya tulis ilmiah, artikel, cerpen, dan berupa esai. Semoga tulisan ini dapat memotivasi anda semua tentang positifnya Cinta untuk mengubah diri jadi pribadi yang positif. Silahkan di baca, di Share."
 DON'T BE PLAGIARSM

“Aku sedang jatuh cinta”.
Apa reaksi anda ketika mendengar seseorang mengucapkan kata-kata itu? Reaksi anak remaja “cieeee?”, reaksi orang dewasa “sama siapa?”. Sebuah ‘power’ yang ditimbulkan oleh cinta, tidak hanya pada ‘rasa’ yang berdampak pada tingkahlaku seseorang, tapi juga berdampak pada orang-orang disekeliling kita, baik itu positif ataupun negatif. Positif dalam artian ketika cinta datang melanda seseorang, segalanya menjadi baik, seperti yang terdapat didalam novel Ketika Cinta Bertasbih, ada banyak contoh yang dideskrifsikan didalam kisah itu, salah satunya adalah cinta dapat mengubah iblis menjadi malaikat. Ya, inilah kekuatan positif yang banyak terjadi pada diri seseorang yang sedang jatuh cinta.
Cinta sebenarnya adalah menjaga, menghidupi, dan mendamaikan. Segala sisi kehidupan tak luput dari cinta. Tuhan mengaruniakan cinta disetiap hati manusia agar manusia saling menjaga satu sama lain, dan karena cinta eksistensi manusia dimuka bumi tidak pernah punah. Tulisan ini akan memperlihatkan bagaimana kekuatan cinta dapat mengubah orang yang ‘tidak terlalu’ menjadi ‘terlalu’.
Di dunia kampus, perkuliahan terkadang membosankan, ketemu dosen killer saat di kelas, terderet rapi daftar tugas yang harus selesai dalam waktu satu minggu. Mengharuskan untuk sering berkelana di perpustakaan. Diwaktu yang sama, ada seseorang yang kesehariannya kita lihat sering nongkrong di perpustakaan kampus, ah. . . Biasa saja, dia juga mahasiswa, banyak tugas dan harus rajin baca buku di perpustakaan, itu wajar. Namun apa komentar kita, ketika tahu bahwa orang yang setiap hari kita lihat selalu nongrong di perpus itu adalah salah satu mahasiswa berprestasi di kampus, yang tak hanya mengukir prestasi di ruang lingkup kampus, tapi juga tingkat nasional, bahkan internasional. Setiap hari bertemu, berpapasan, tanpa terjadi percakapan antara kita dan dia. Bagaimana mau berbicara dengannya, dia punya sederet prestasi, sedang kita punya apa? Boro-boro masuk perpus tiap hari, kalau bukan tugas dari dosen mungkin tidak akan menginjakkan kaki di perpus. Dia, sudah pintar, tampang pun menarik. Tipe ideal semua orang normal yang punya ‘perasaan’ cinta.
Entah apa yang membuat kita ingin selalu berkunjung ke perpus, selalu memilih buku yang nyaris sama dengan buku yang sering dia baca. Saat tak mendapat tugas dari dosen dalam seminggu, hati menjadi gusar, tanpa sadar kita merindukan tugas. Bodoh amat, tugas bukan segalanya untuk dijadikan tolak ukur berapa kali kita berkunjung ke perpus. Dengan ringan kaki melangkah, dengan riang hati menuju ke tempat yang dulunya kita sebut ‘gudang buku’ itu. Tak sia-sia setiap hari pergi ke perpus. Tak hanya sekedar melihatnya, tapi juga mendapat ilmu.
Hampir berbulan-bulan kegiatan ini dilakoni, serius dan tekun tertanam dalam diri. Ambisi kita bukan lagi menjadi stalker di belakangnya sebagai pengagum rahasia, melainkan sebagai orang yang diam-diam ingin menyaingi kepintarannya. Kita selalu berfikir bahwa kita akan mencapai level yang sama dengannya. Ya, kita adalah apa yang kita fikirkan. Apa yang terjadi? Akhirnya impian itu terwujud, sepanggung kompetisi bersamanya, bahkan diluar dugaan, kita berdiskusi dengannya, hingga tercipta kata ajaib disana “terimakasih”. Awalnya canggung, lama-lama nyambung. Akhirnya teringat dengan ambisi, bahwa untuk mendekati orang yang levelnya berada diatas, kita harus meningkatkan level seperti dia. Itulah kekuatan cinta yang tercipta antara orang pintar dan orang yang tidak terlalu pintar. Apabila cinta yang kita rasa semua merujuk pada hal yang demikian, maka tak ada lagi pemudah yang bodoh di negeri ini. Beginilah cinta, ketika mulai merasakan kehadirannya, bangunlah ia selayaknya membuat benteng pertahanan, agar suatu saat dapat bernaung padanya. Jangan jatuh dan rapuh karena perasaan cinta.
Andai saat itu kita hanya sekedar memandangnya dari kejauhan, menonton apa yang sedang ia lakukan, dan putus asa pada impian untuk dekat dengannya, walau hanya sekedar bicara atau bertegur sapa dengannya, pasti saat ini kita hanyalah sebatas pengagum rahasia yang tidak tahu apa-apa dan bukan siapa-siapa baginya. Sehingga, saat menentukan kriteria pasangan idaman, lihat dulu siapa diri kita? Pantaskah dengan orang yang kriterianya demikian? Bila tidak, maka yang kita lakukan bukanlah menyerah pada perasaan kita, tapi bangun dan pantaskan diri kita untuk orang yang pantas kita dapatkan. Apabila dia seorang yang cerdas, maka cerdaskan pula diri kita, dua hal yang kita dapatkan, menjadi cerdas dan mendapatkan kriteria idaman. Hilangkan kisah dogeng atau fiksi dalam fikiran, karena hakikat cinta itu ‘ada apanya’ bukan ‘apa adanya’.  
Bila kebanyakan orang mengatakan bahwa ada empat kata ajaib, terimakasih, maaf, tolong, dan salam. Sebenarnya ada satu kata yang melandasi orang-orang sampai menggunakan empat kata itu dalam kehidupannya, yaitu cinta. Mengapa harus cinta? Karena cinta adalah satu kata yang memiliki makna ganda. Definisi cinta tidak dapat diartikan dalam satu makna, cinta tak dapat dikatakan sebagai suatu kata positif ataupun negatif, karena realisasi cinta dalam kehidupan setiap orang berbeda-beda. Sungguh naif seseorang apabila dalam melakukan tindak kejahatan mengatasnamakan cinta. Membunuh orang lain karena cinta, atau bahkan membunuh diri sendiri karena cinta. Semua omong kosong, hanya orang-orang tak memiliki cinta melakukan hal demikian.―Cinta untuk hidup, bukan hidup untuk cinta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar