SEJARAH KERAJAAN MOUTONG (METODOLOGI SEJARAH)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Awal orang Belanda datang ke Indonesia
bukan untuk menjajah melainkan malainkan untuk begadang mereka dimotivasi oleh
hastrat untuk mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya, sekalipun harus
mengarungi laut yang berbahaya sejauh ribuan kilometer dalam kapal layar kecil
untuk mengambil rempah-rempah di Indonesia. Namun, para pedagang Belanda itu
merasa perlunya memiliki tempat yang permanen di daratan daripada berdagang
dari kapal yang berlabuh di laut. Metode kolonialisasi Belanda sangat sederhana
mereka memepertahankan raja-raja yang berkuasa dan menjalankan pemerintah
melalui raja-raja itu akan tetapi menuntut monopoli dan hak berdagang dan
eksploitasi sumber daya alam.[1]
Kerajaan Moutong merupakan salah satu
kerajaan besar yang ada di wilayah Sulawesi tengah, tepatnya di Kabupaten
Moutong. Kerajaan Moutong terbentung atas cikal bakal dari Kerajaan Kasimbar.
Kerajaan-kerajaan ini memiliki sistem kekuasaan yang masih sangat sederhana
atau bersifat tradisional, yang memang saat itu masih kental dengan tradisi dan
bersih dari sentuhan tangan-tangan penjajah.
Sistem pemerintah tradisional yang
berkembang di Moutong yang disebut kekuasaan keolongianan yang terdiri atas
jojogu, wukum/ukumi, madding/marinu, kapitan/kapitalau, pasobo, pasori, dan
pangata. Dalam pandangan tradisional biasanya disebut sebagai pelaku adat masyarakat
setempat inilah pangkat Birokrasi tradisional yang memiliki kedudukan penting
di ke olongianan tersebut.[2]
Masyarkat yang tergabung dalam sistem
keolongianan ini terdapat enam jenis dialek atau bahasa dan enam suku, seperti
dialek Tialo yang digunungan oleh masyarakat Moutong, Tomini, Dondo yang ada di
Toli-toli, dan wakai. Dialek Lauje yang digunakan oleh masyarakat Tinombo,
Sojol, sebagian Tomini, dan Ampibabo. Dialek Taijo digunakan oleh masyarakat
Tinombo, Ampibabo, Sirenja, dan Balaesang. Dialek Taje, digunakan oleh
masyarakat pedalaman seperti Sidole, Silanga, dan Tovera di Ampibabo. Dialek
Pendau digunakan oleh masyarakat pedalaman yang hampir hilang di Tada Lembani
Tinombo, Kasimbar, Posona, dan Siveli. Dialek Bolano digunakan oleh Masyarakat
di Bolano dan Moutong.[3]
Kerajaan Moutong terbentuk atas cikal
bakal dari kerajaan kasimbar yang bernama Raja Pataikacci (Arajang Logas)
memerintahkan anaknya bernama Magallatu untuk tinggal di Moutong pada tahun
1771. Sekitar tahun 1778 kekuasaan diserahkan pada anaknya untuk menjadi Raja.
Saat itulah Manggalatu memilih Moutong sebagai pusat kerajaan, sedangkan
kerajaan Kasimbar tetap dijalankan, yang diserahkan kapada saudara Magallatu
yakni Baru’langi, dan kemudian digantikan lagi oleh Suppu (1899-1904). Pada
masa kekuasaan Raja Suppu (Raja Kasimbar), pemerintah Kolonial Belanda berhasil
membujuk bekerja sama, sehingga Ratu Wilhelmina di Nederland sebagai kepala pemerintahan kerajaan Belanda,
mengeluarkan Besluit (surat keputusan) resminya suppu menjadi paduka raja
Kasimbar.[4]
Sejak 1778 kerajaan Moutong terbentuk,
dan dipimpin oleh Pataikaci yang tidak lama kemudian dipimpin oleh raja
Magallatu sebagai raja ke-2 Moutong.
Kehidupan masyarakat sangat damai, perekonomian dan pendapatan sudah mencukupi.
Saat itupula pedagang asing mulai berdatangan untuk berdagang bersama, seperti
portugis, inggris, Belanda, dan Cina. Kedatangan para pedagang asing tersebut
dengan cara damai, seperti halnya di daerah yang ada di Indonesia lainnya.
Pada waktu Raja Massu diangkat sebagai
Raja ke-3 untuk kerajaan Moutong pada tahun 1822-1877. Hubungan dagang dengan
pedagang lokal maupun asing masih tetap terjalin baik. Pada masa inipula
penyebaran agama islam mulai dilakukan pedagang Bugis dan Mandar yang dikenal
dengan istilah Pandita. Kemudian, pada tahun 1877-1904 Raja Tombolotutu
diangkat menjadi Raja ke-4, sekitar tahun 1898, kerajaan Moutong mulai
menunjukkan tujuan yang sesungguhnya, yaitu ingin menguasai wilayah tersebut. Dalam
memajukan ekonomi rakyatnya, maka Raja Tombolotutu menganjurkan kepada
rakyatnya untuk menanam pohon kelapa dan padi. Selain itu, aktivitas
perdagangan di Teluk Tomini tetap dilaksanakan sebagaimana yang telah dilakukan
oleh pendahulunya. Semakin ramainya Pelabuhan Moutong dari aktivitas
perdagangan, menuntut pengamanan yang lebih baik. Untuk itu, Raja Tombolotutu
memperkuat pertahanannya dengan membeli senjata dari bangsa Portugis dan Sultan
Ternate. Hal ini juga untuk mengantisipasi gejala yang kurang baik yang
diperlihatkan oleh pihak Belanda yang mulai memperlihatkan ambisi untuk
memonopoli pardagangan.[5]
Kerajaan Moutong menghadapi Belanda
(1898-1904), sebagaimana yang terjadi diberbagai wilayah di Indonesia,
kedatangan bangsa Belanda di Pelabuhan Moutong pada awalnya menunjukkan sifat
yang baik dan masih bersahabat. Namun, dalam perkembangannya setelah melihat
adanya potensi yang besar pada daerah tersebut, maka secara perlahan pihak
Belanda mulai menunjukkan tujuan yang
sesungguhnya yaitu memonopoli perdagangan dan bahkan menguasai wilayah itu.
Keinginan Belanda untuk menguasai wilayah Teluk Tomini telah nampak pada usaha
untuk mendekati penguasa setempat dan mencoba menerapkan politik adu domba
antar para penguasa-penguasa Olongiang dan Magau dan Raja Moutong. Namun, usaha
tersebut tidak memperoleh hasil yang memuaskan.[6]
Berbagai usaha yang ditempuh oleh Belanda namun tetap saja gagal, pada akhirnya
Belanda menempuh tindak kekerasan.
1.2 Batasan Masalah
Untuk memfokuskan persoalan yang akan
dibahas dalam penelitian ini dan menghindari terjadinya kerancuan dalam
perinterpretasian, maka perlu pembatasan masalah penelitian yang mencakup:
1.2.1 Scope Kajian
Scope
kajian disini menunjukan pada bidang historys atau yang akan dikaji dalam
penulisan ini adalah sejarah perlawanan kerajaan Moutong di era kolonial pada
Abad 19-20.
1.2.2 Scope Spasial
Scope Spasial
menunjuk pada tempat yang menjadi Objek penelitian yaitu di Moutong. Dengan
adanya batasan tempat ini maka akan lebih mudah untuk mengetahui gambaran,
serta mendapatkan data-data penelitian yang sesuai, akurat, dan lebih dapat
dipercaya kebenarannya.
1.2.3 Scope Temporal.
Aspek Temporal (pembatasan waktu), dimana dalam
penelitian ini berusaha untuk mendeskripsikan kondisi perkembangan kerajaan
Moutong pada abad 18-20 (1778-1904).
1.3
Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini akan membahas
mengenai kondisi kerajaan Moutong pada saat sebelum (pra) dan sesudah (pasca)
kedatangan Kolonial Belanda di Moutong, pada 1778-1904. Namun, yang akan dikaji
lebih luas hanyalah pada tahun 1899-1904, karena pada kurun waktu inilah
Belanda memulai misinya, yang menimbulkan perlawanan dari kerajaan Moutong.
Adapun masalah-masalah lain yang juga
akan dikaji ialah awal kedatangan bangsa Belanda yang berpengaruh pada
pemerintahan dan perekonomian kerajaan Moutong, serta sejarah pertanian yang
menjadi salah satu kekuatan ekonomi masyarakat Mouotng.
Berdasarkan judul dan latar belakan
masalah, maka yang menjadi pokok pembahasan dalam penulisan ini adalah:
1. Faktor
apa yang membuat Belanda berlabuh di pelabuhan Moutong?
2. Bagaimana
kondisi kerajaan mouton pra dan pasca kedatangan colonial Belanda?
3. Sejauhmana
kondisi sosial ekonomi yang ditimbulkan oleh monopoli Belanda?
1.4 Kerangka Teoritis dan
Pendekatan
Penulisan sejarh ini merupakan sejarah
yang bersifat local, yang bila perlu dinangkat sampai ke penulisan yang
bersifat nasional. Dalam penulisan ini menggunakan teori-teori social, dan teori
konflik. Adapun pendekatannya menggunakan social-historis yang mana mengkaji
mengenai kejadian masa lampau yang berkenaan dengan system social di tengah
masyarakat serta berbagai konflik yang terjadi sejak kedatangan Belanda di
Moutong.
Marx dan Waber memandang konflik dan
pertentangan kepentingan serta concern dari berbagai individu dan kelompok yang
saling bertentangan adalah determinan utama dalam pengorganisasian kehidupan
sosial. Dengan kata lain, struktur masyarakat sangat ditentukan oleh upaya-upaya
yang dilakukan oleh berbagai individu dan kelompok untuk mendapatkan sumber
daya yang terbatas untuk memenuhi berbagai kebutuhan dan keinginan mereka.
Karena sumber-sumber dayaini dalam kadar tertentu selalu terbatas, maka konflik untuk mendapatkannya
selalu terjadi.[7]
Dengan demikian hal ini berkaitan erat dengan keadaan kerajaan Moutong, yang
mana terjadi berbagai konflik yang berujung pada perlawanan, yang disebabkan
oleh tujuan Belanda untuk menguasai sumber daya alam yang ada di wilayah
Moutong. Dari teori yang dikaitkan dengan permasalahan di atas sehingga dapat
dikatakan bahwa kedatangan Belanda di Moutong menimbulkan perlawanan dari
masyarakat.
1.5 Manfaat dan Tujuan Penulisan
Dari penulisan diatas terdapat beberapa
manfaat, baik untuk penyusunan maupun pembaca. Manfaat utama dalam kajian ini
adalah dapat menambah cakrawala pengetahuan mengenai kerajaan-kerajaan Moutong,
dan masuknya Bangsa Belanda di Moutong, yang awalnya membawa perdamaian namun
lama-kelamaan mulai menunjukkan sikap dan tujuan mereka yang sebenarnya, yakni
menguasai daerah tersebut dan meraub kekayaan sumber daya alam. Namun disisi
lain ada manfaatnya, karena dengan adanya bangsa asing seperti Belanda,
Inggris, Prancis, dan Cina di Moutong, sudah mengenal pardagangan atau hubungan
luar negeri meskipun masih dalam status sistem kerajaan, berkat perdagangan itu
pula kerajaan Moutong sempat Berjaya dengan gelar salah satu kerajaan bercorak
maritime di Sulawesi.
Adapun tujuan dari penulisan ini, untuk
mengungkapkan beberapa fakta peristiwa masa lampau yang terjadi di Bumi Moutong
yang berlandaskan pada rumusan permasalahan, khusunya kedatangan bangsa Belanda
di kerajaan Moutong. Yang menjadi tujuan pokok disini untuk mengungkapkan
alasan berlabuhnya Belanda di Moutong, dan ingin mengetahui kondisi
kerajaan Moutong baik saat sebelum
datangnya Belanda maupun sesudah, serta menjelaskan kondisi sosial ekonomi yang
ditimbulkan oleh monopoli Belanda.
1.6 Tinjauan Pustaka dan Sumber
Pada penelitian ini menggunakan konsep
tinjauan pustaka yang diambil dari beberapa sumber penulisan sejarah, serta
dukungan teori yang dapat dijadikan tambahan referensi. Untuk penulisan kajian
ini dapat dikatakan sulit ketika minimnya referensi yang ada, namun sangat
mudah ketika referensi yang ada tersebut dimanfaatkan dan dikaji secara
mendalam sehingga menghasilkan penulisan yang komplit. Seperti tulisan Haliadi
Sadi, Syakir Mahid, Aidar J. Lapato, Wilman Darsono, dan Fatma Saudo sebagai
tim penulis Sejarahb dan Lembaga Penelitian Masyarakat di Parigi Moutong dan
Universitas Tadulako, yang mengungkapkan secara rinci mengenai kerajaan serta
penjajahan yang pernah ada di Moutong, Sulawesi Tengah.
Dalam mengumpulkan sumber atau yang
dikenal dengan istilah Heuristik ini penyusun memanfaatkan sarana yang ada,
seperti tersedianya perpustakaan pusat Universitas Negeri Gorontalo, serta
adanya toko-toko buku atau penerbit buku, guna sebagai pengumpulan sumber
referensi tertulis.
Tahap heuristik ini banyak menyita
waktu, biaya, tenaga, pikiran, dan juga perasaan. Ketika kita mencari dan
mendapatkan apa yang kita cari maka kita merasakan seperti menemukan “Tambang
Emas”. Tetapi jika kita setelah bersusah payah kemana-mana (di dalam negeri
maupun ke luar negeri) ternyata tidak mendapatkan apa-apa, maka kita”frustasi”.
Oleh sebab itu sebelum itu sebelum kita mengalami yang terakhir ini, harus
lebih dahulu menggunakan kemampuan pikiran mengatur strategi; dimana dan
bagaiman kita akan mendapatkan bahan-bahan tersebut; siapa-siapa atau instansi
yang dapat kita hubungi; beberapa biaya yang harus dikeluarkan.[8]
Itulah sebait pesan dari Helius Sjamsudin untuk para peneliti dan penelis
sejarah.
1.7 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode penelitian sejarah, seperti yang dituliskan oleh A. Daliman[9],
atau langkah-langkah penelitian sejarah adalah sebagai berikut:
1.7.1 Heuristik
Heuristik adalah sebuah kegiatan mencari atau
mengumpulkan sumber-sumber sejarah untuk mendapatkan data-data, atau materi
sejarah, atau evidensi sejarah.
1.7.2 Kritik
Kritik adalah suatu kegiatan analisis kritis
terhadap sumber-sumber sejarah yang berhasil dikumpulkan, dengan tujuan agar
fakta sejarah tetap dijaga keasliannya. Kritik adalah langkah berikutnya
setelah penulis berhasil mengumpulkan data-data sejarah.
1.7.3 Interpretasi
Interpretasi adalah pengelompokkan dan penafsiran fakta-fakta sejarah yang
saling berhubungan yang diperoleh dalam bentuk penjelasan terhadap fakta
tersebut dengan sesubyektif mungkin.
1.7.4 Historiografi
Historiografi atau penulisan sejarah adalah tahap
akhir dari seluruh penelitian sejarah yaitu heuristic, kritik, interpretasi,
dan disatukan menjadi sebuah historiografi yang telah melalui analisis kritis
sehingga menjadi suatu penulisan yang utuh.
BAB II DESKRIPSI WILAYAH
2.1
Kondisi Geografis
2.2
Struktur Pemerintahan
2.3
Stratifikasi Sosial
2.4
Kebudayaan
2.5
Potensi Alam
BAB III KEHIDUPAN SOSIAL KERAJAN
MOUTONG
3.1 Kerajaan Moutong
3.2 Masuknya Bangsa Belanda
BAB IV DAMPAK KEDATANGAN BANGSA
BELANDA
4.1
Kerajaan Moutong Sebagai Kerajaan Bercorak Maritim
4.2
Kondisi Perekonomian Pasca Monopoli Perdagangan Belanda
4.3
Perlawanan Raja Tombolotutu
BAB V PENUTUP
5.1
Simpulan
5.2
Saran-Saran
Lampiran-Lampiran
DAFTAR PUSTAKA
Helius
Sjamsudin. 2012. Metodologi Sejarah.
Yogyakarta: Ombak.
A.
Daliman. 2012. Metode Penelitian Sejarah.
Yogyakarta: ombak.
Nasrullah
Nazir. 2009. Teori-teori Sosiologi.
Bandung: Widya Padjadjaran.
S.
Nasution, 2011. Sejarah Pendidikan
Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Haliadi
Sadi, dkk. 2012. Sejarah Kabupaten Parigi
Moutong. Yogyakarta: Ombak.
[1] S.
Nasution, 2011. Sejarah Pendidikan
Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara. Hlm: 03
[2]
Haliadi Sadi, dkk. 2012. Sejarah
Kabupaten Parigi Moutong. Yogyakarta: Ombak. Hlm: 26
[3] Ibid. Hlm: 27
[4] Ibid. Hlm: 46
[5] Ibid. Hlm: 53
[6] Ibid. Hlm:
54
[7]
Nasrullah Nazir. 2009. Teori-teori
Sosiologi. Bandung: Widya Padjadjaran. Hlm: 17
[8]
Helius Sjamsudin. 2012. Metodologi
Sejarah. Yogyakarta: Ombak. Hlm: 67
[9] A.
Daliman. 2012. Metode Penelitian Sejarah.
Yogyakarta: ombak. Hlm: 28
minta izin untuk dilink kan ke blog ku ya
BalasHapusKedatangan Belanda untuk Begadang...? Pantas Haji Roma Irama Marah..hahaha
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusMohon Infonya karena saya pernah baca buku Sejarah Sulawesi Tengah tentang cikal bakal kerajaan Moutong itu berasal dari Mandar (Mamuju), Manggalatung adalah anak bangsawan Mandar Mamuju (Nae) yang dititip di Kerajaan Lambunu yang kemudian oleh Bangsawan Mandar tsb. mendirikan Kerajaan Moutong, yang dalam arti Moutong (tinggal) = Mottong. sumber buku; Sejarah sulawesi Tengah, Anhar Gonggong dkk. hal; 43-44, 53.
BalasHapusini linknya
BalasHapushttps://books.google.co.id/books?id=JvGHCgAAQBAJ&pg=PA68&lpg=PA68&dq=kerajaan+bolano&source=bl&ots=CI-EiYMbqG&sig=WKAVBAgibnYA-4sMQEvr0ZRRBos&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwiYsJWphJjYAhWMPY8KHYopD78Q6AEIdjAO#v=snippet&q=Moutong&f=false
https://puadarawati.blogspot.co.id/2017/11/raja-tombolotutu.html?m=1
BalasHapusMenurut saya apa yang telah baca bahwa asal ucul terbentuknya kerajaan moutong itu adalah dari kerajaan kasimbar. Kerajaan kasimbar lah sebagai cikal bakal ternentuknya kerajaan moutong.
BalasHapusSumber yang saya baca juga mengatakan bahwa Kerajaan Moutong merupakan Kerajaan Pertama di Sulawesi Tengah yang cikal bakal rajanya merupakan keturunan bangsawan Mandar. Lebih jelasnya lagi bangsawan dari Mandar Mamuju.
BalasHapusYa saya juga pernah baca dalam buku sejarah Sulawesi Tengah bahwa cikal bakal berdirinya kerajaan Moutong itu adalah berasal dari Mandar (Mamuju),yang raja pertamanya Manggalatung beliau adalah anak bangsawan Mandar Mamuju yang dititipkan di kerajaan Lambunuh.kemudian beliau mendirikan kerajaan Moutong.
BalasHapus