BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jika ditanya mengenai
hubungan tiga Negara antara Afrika, Mesir, dan Indonesia, harus kita kaji dari
berbagai latar belakang historisnya. Kita tau bersama bahwa ke tiga Negara ini
sama-sama pernah di kuasai oleh bangsa Eropa, baik itu Inggris, Belanda,
Portugis, prancis, maupun Negara lainnya yang ada di Eropa. Alasan bangsa Eropa
ketika datang di Negara inipun sama yaitu sama-sama ingin menguasai sumber daya
alam yang dimiliki. Strategi yang di gunakan hampir sama yang pada intinya,
masuk melalui jalur perdagangan, hingga akghirnya mengintervensi target wilayah yang akan di kuasai oleh mereka.
Awalnya inggris telah memasuki wilayah
Afrika, setelah di bukanya Terusan Suez , maka perhatian mereka mulai beralih
pada Mesir, karena Terusan Suez tersebut merupakan jalan menuju ke India dan
Mesir. Sedangkan Indonesia sendiri, sudah mulai mengunjungi Benua Afrika Timur
melalui pelayaran yang membawa mereka ke negeri tersebut akibat adanya
pergantian angin musim Samudera Hindia.
Afrika pantai utara disebut pula
Mediterranean Afrika dan selain daerah delta sungai Nil yang meluas keselatan,
daerah tersebut termasuk daerah yang sempit membujur dari barat sampai ke
timur. Di bagian inilah pada zaman kuna terdapat pusat-pusat peradaban. Mesir
zaman Yunani-Romawi, Afrika Utara juga tidak luput dariincaran mereka. [1]
BAB II
PEMBAHASAN
Hubungan antara Afrika, Mesir, dan
Indonesia ini akan di bahas dalam lima bagian presfektif, yakni: Presfektif
sejarah, presfektif, presfektif politik, prespektif kebudayaan, presfektif
keagamaan, dan presfektif ekonomi. Berikut pembahasannya:
2.1 Presfektif Sejarah
Sejarah berupa rangkaian peristiwa yang
di susun dalam hubungan sebab-musabab. Susunan peristiwa sejarah yang demikian
adalah hasil penafsiran ahli sejarah tentang bahan sejarah yang tersedia.
Namun, tidak selalu didapati secara lengkap pemberitaan peristiwa dan
sebab-musabab timbulnya peristiwa yang bersangkutan dan akibat dari peristiwa
itu.[2]
Evolusi dari kehidupan manusia bukanlah
kegiatan yang mekanis, dalam arti bahwa itu diatur oleh pengatur luar atau
alam, demi finalitasnya. Harus diingat bahwa bukanlah mekanisme itu sendiri
ataupun finalitas yang menjadikannya, akan tetapi pihak manusialah yang
melaksanakan proses perubahan.[3]
Dilihat sepintas lalu dari peta, Benua
Afrika pada masa itu seakan-akan merupakan suatu jazirah yang besar dari benua
Asia. Arus perpindahan suku-suku dari Asia membawakan perkembangan kebudayaan
di Afrika. Adapun gambaran dari keadaan Benua Afrika ialah hutan-hutanya yang
lebat dan menjadi sumber sungai-sungai besar yang bermura di laut tengah maupun
laut Atlantik. Makin ke utara dank e selatan dari garis ekuador, alam vegetasi
makin beralih menjadi savanna, perumputan, kemudian stepa, dan akhirnya gurun pasir
(sahara di utara dan Kalahari di selatan).[4]
Wilayah afrika menjadi rebutan bagi
Negara-negara imperialisme barat, sehingga mereka membagi-bagi benua Afrika
untuk kepentingan mereka sendiri. Pada periode tersebut Afrika tidak ikut dalam
percaturan Politik dunia. Afrika hanya merupakan objek belaka yang dapat di
perbuat sekehendak hati oleh kaum imperialis barat. Nasib Afrika tidak di
tangan bangsa Afrika sendiri, tetapi ditentukan bangsa kulit putih. Pada
umumnya Negara-negara imperialis itumendapatkan daerah di Afrika dengan melalui
jalan damai, baik dengan mengadakan perjanjian antara Negara barat sendiri
maupun antar Negara barat dan kepala-kepala suku penduduk bumiputera. [5]
Selanjutnya tentang sejarah peradaban
Mesir, yakni di sepanjang sungai Nil terdapat
tanah datar subur tang sempit, berkat banjir tahunan dari sungai tersebut.
Sejak zaman prasejarah di situ hidup suatu bangsa bermatapencarian bertani
dengan panenan tiga kali setahun dan beternak. Pemerintahan dan adat keagamaan
diatur oleh suatu kasta pemimpin agama. Bangsa Mesir anehnya tak menjelajahi
lautan tengah di mana bermuara sungai Nil. Pelayaran dan perdagangan
diserahkannya kepada bangsa Funisia. Selain bangsa Mesir tak tertarik oleh
lautan, berbagai penemuan yang dilakukannya pun tak diberitahukan kepada
keturunannya. Lalu pada tahun sekitar 1700 SM. Lembah Nil tersebut diserbu oleh
suku-suku gembala yang peradabanya lebih rendah dari bangsa Mesir. [6]
Mesir memiliki sejarah yang meliputi
perkembangan peradaban selama ribuan tahun dan diwakili oleh sejarah terekam
sejak masa Firaun yang peninggalannya terpelihara hingga kini. Dari berbagai
rekaman itu bisa ditarik kesimpulan, bahwa latar belakang sejarah Mesir
ditandai oleh perkembangan peradaban yang tinggi tingkatnya dalam berbagai
bidang, termasuk tatanegara, hukum, kesenian, ilmu (khususnya matematika dan
astronomi) dan teknologi (pembuatan peralatan untuk berbagai keperluan,
termasuk yang memungkinkan diwujudkannya arsitektur berupa berbagai monument
skala raksasa yang bertahan beribu tahun hingga kini).[7]
Kemudian untuk Nusantara atau Indonesia
masuk zaman sejarah (mengenal tulisan) pada tahun 400 M, ditandai dengan
masuknya pengaruh Hindu-Budha yang berasal dari para pedagang India. Sejak
zaman prasejarah masyarakat Indonesia dikenal sebagai pelaut yang tangguh.
Lautan disekitar dan di antara pulau-pulau tidak menjadi halangan bagi mereka
untuk saling berhubungan. Secara geografis Indonesia terletak diantara dua
benua dan dua samudera, sehingga letak Indonesia sangat strategis dan menjadi
persimpangan lalu lintas dunia. Disamping
letaknya yang strategis, kekayaan alamnya yang berupa rempah-rempah,
beras, emas, perak dan lainnya, laku diperdagangkan.[8]
Hal inilah yang menyebabkan Indonesia
menjadi salah satu objek incaran Negara-negara Imperialisme, seperti Portugis,
Belanda, dan Inggris. Selain itu Indonesia pula sebelum masuknya bangsa Eropa,
telah melakukan pelayaran ke baerbagai Negara, termasuk pelayaran yang
dilakukan para pelaut-pelaut Indonesia yang telah mengunjungi benua Afrika,
sehingga hubungan perdagangan antar negarapun terjalin antara Indonesia,
Afrika, para pelaut Timur Tengah seprti Arab dan Mesir. Jadi, jika ditinjau
dari presfektif Sejarahnya sudah jelas
Afrika, Indonesia, dan mesir sudah menjalin hubungan jauh sebelum ke tiga
Negara ini di kuasai oleh penjajah bangsa Eropa.
2.2 Presfektif Politik
Jika ditinjau dari presfektif Politik,
Afrika, Mesir, dan Indonesia sama-sama mendapat pengaruh dari Negara yang
menjajahnya yang kita kenal dengan Politik Kolonial. Seperti politik kolonial
yang diterapkan oleh Inggris di Afrika yang berdasarkan dua prinsip:
1. Penekanan
kepada kepentingan imperium inggris atau kepentingan kaum kolonis putih di
tanah koloni.
2. Penekanan
kepada pertanggungjawaban sebagai “pemimbing” untuk penduduk bumiputra.
Di daerah-daerah “Hitam” di Afrika barat
Inggris. Tradisi Livingstone lebih banyak di ikuti, sedang Afrika Timur dan
Tengah, karena situasinya lebih kompleks, maka terjadilah mengenai penggunaan
dua tradisi tersebut. Adapun gambaran politiknya seperti, berlakunya system
koloni di mana tiap daerah kekuasaan dikuasai oleh seorang Gubernur sebagai
wakil kepala Negara inggris yang diperlengkapi oleh Dewan eksekutif dan dewan
legislatif. Sebagai anggota dewan-dewan tersebut ditunjuk oleh gubernur dan
sebagian lagi di pilih oleh warga Negara putih dalam masyarakat tersebut.
Sesudah melalui proses evolusi, anggota yang ditunjuk untuk dewan-dewan itu
dikurangi sehingga anggot hasil pilihan lebih banyak.[9]
Demikian di Nusantara, orang belanda
datang ke Indonesia bukan untuk menjajah melainkan untuk berdagang. Mereka dimotivasi
oleh hasrat untuk mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya, sekalipun harus
mengarungi laut yang berbahaya sejauh ribuan kilometer dalam kapal layar kecil
untuk mengambil rempah-rempah dari Indonesia.namun pedagang itu merasa perlunya
memiliki tempat permanen di daratan daripada berdagang dari kapal yang berlabuh
di laut. Kantor dagang itu beralih dari pusat komersial menjadi basis Politik
dan territorial. Setelah peperangan kolonial yang banyak akhirnya Indonesia
jatuh seluruhnya di bawah pemerintahan Belanda.[10]
Politik kolonial lama, yaitu
memperguanakan kekuatan-kekuatan feudal dari zaman yang lampau serta
menghalangi kemajuan rakyat di bawah kedok semboyan dan janji yang tak
terlaksana. Politik kolonial baru yaitu mencari bantuan golongan-golongan
borjuis dari gerakan nasional.[11] Politik
luar negeri Indonesia yang Bebas Aktif dan menjadikan kondisi pada saat itu
yang melatarbelakangi system demokrasi terpimpin. Sehingga, presiden Soekarno
mempelopori Konfrensi Asia-Afrika, pertama kali diselenggarakan di Bandung pada
tahun 1955, dengan salah satu tujuannya adalah mempercepat proses kemerdekaan
di Negara-negara Asia dan Afrika yang terjajah.[12]
Selanjutnya
mengenai Mesir, yaitu tergolong Negara Arab yang berperan penting sebagai salah
satu actor politik yang berpengaruh terhadap perkembangan situasi di Timur
Tengah umumnya. Selain itu, secara geografi Mesir juga merupakan Negara Afrika,
dan dengan demikian banyak terlibat dalam berbagai masalah
di Afrika. Oleh karenanya Mesir sangat aktif berperan dalam lingkaran OPA
(Organisasi Persatuan Arab). Dalam lingkaran OPA ini dapat disimpulkan bahwa
Mesir memberikan prioritas yang cukup tinggi pada berbagai perkembangan di
Afrika.[13]
Pada saat perang dingin antara Amerika
Serikat dan Uni Soviet, Indonesia memilih Gerakan Non-Blok sehingga
dimanfaatkanlah kesempatan ini untuk membentuk Konfrensi Asia-Afrika (KAA) guna
untuk mencapai kemerdekaan bagi negara-negara Asia dan negara-negara Afrika
yang terjajah oleh bangsa Eropa.
2.3 Presfektif Kebudayaan
Mengenai Mesir, negeri ini pernah
dikirakan menjadi tempat lahirnya kebudayaan yang lebih tinggi, akan tetapi ini
kemudian ternyata keliru. Lokasi Mesir saja sudah menunjukkan
ketidakmungkinannya, yakni: berbentuk lembah yang sempit terapit oleh dua padang
pasir yang terletak justru di pinggiran daerah kebudayaan yang lebih tua. Mesir
itu bukanlah tanah pertanian yang pertama.
Kondisi alam di Mesir mirip dengan yang
ada di Mesopotamia: kedua-duanya berupa lembah sungai besar yang bertanah subur
dengan iklim kering lagi panas. Meskipun demikian ada lima perbedaan sebagai
berikut:
1. Lembah
Nil yang di tempati negeri Mesir lebih sempit.
2. Dari
tebing-tebing berbatu keras di sebelah-menyebelah lembah Nil dapat ditemukan
jenis-jenis batu dan arsitektur bangunan batu.
3. Letak
Mesir lebih bersifat terisolasikan sehingga mudah di serbu dari luar
4. Kebudayaan
Mesir lebih dapat mempertahankan coraknya Afrika, meskipun kemasukan juga
pengaruh dari Asia.
5. Adanya
pergantian angin musim di Samudera Hindia memungkinkan terjadinya hubungan
dengan Asia Selatan. Pada awal tarikh Masehi pelaut-pelaut dari Arab, India
bahkan Indonesia sudah mengunjungi benua Afrika bagian Timur.
Pulau Madagaskar telah kedatangan para
imigran berasal dari Sumatera (Indonesia) dan dengan itu maka masuklah
kebudayaan Austronesia. Imigran pertama terdiri atas para petani padi basah,
dan para ahli tenun. Masuknya kebudayaan Austronesia ini melalui pantai Timur
di sebelah Selatan dari Mombassa yakni wilayah Zambesi.[14]
Untuk lebih menyeimbangkan hubungan
budaya Negara maju, Negara sedang berkembang
pada umumnya merasa berkepentingan dengan program-program pertukaran
misi pendidikan/ ilmu pengetahuan, terutama pada posisi partisipasi program “expert export” Negara-negara maju. Baru
pada kepemimpinan GNB (Gerakan Non Blok) periode KTT (Konfrensi Tingkat Tinggi)
ke X di Indonesia dapat melaksanakan Program expert export melalui
kerjasama selatan-selatan dengan jalan memberikan bantuan pendidikan kepada
anggota GNB untuk dididik di Indonesia.[15]
New
Asia-African Strategic Partnership atau yang lebih dikenal
dengan sebutan deklarasi NAASP. Dalam deklarasi ini merumuskan dan
menggarisbawahi pentingnya dialog antar peradaban untuk memajukan budaya
perdamaian, toleransi dan menghormati agama, budaya, bahasa, keanekaragaman
rasial dan juga kesetaraan jender. Deklarasi ini merupakan pijakan sejarah dari
gerakan Asia-Afrika. Melalui keitraan ini, pada beberapa tahun kedepan akan
membangun warisan pembangunan social, ekonomi, dan kebudayaan untuk generasi
Asia dan Afrika berikutnya.[16]
Demikianlah hubungan yang dapat kita
lihat dari tiga Negara Afrika, Mesir, dan Indonesia. Secara geografis Mesir
berada di benua Afrika, maka melalui KAA maka ketiga Negara ini saling
berhubungan, karena KAA sendiri pernah dilaksanakan di Kairo pada tahun 1964.
KAA inilah yang mengikat erat hubungan tiga Negara Afrika, Mesir, dan
Indonesia. KAA ini tidak hanya bergerak di bidang politik, tetapi juga hampir
disetiap bidang kehidupan.
2.4 Presfektif Keagamaan
Pada zaman kuno hubungan orang-orang
Roma dengan Afrika daerah Sahara dan Afrika Barat sangat sedikit. Orang-orang
Roma lebih banyak berhubungan dengan dunia Timur, dengan Negara-negara di
jazirah Arab dan suku-suku di Afrika Timur. Melalui pantai-pantai Timur ini
mereka dapat mengadakan hubungan dengan India. Pada abad ke-7 orang-orang Islam
Arab kearah barat . Invansi tersebut dimulai pada 640 dengan menaklukan Mesir,
kemudian tanah-tanah di sebelah Baratnya. Sesudah seluruh Afrika Utara menjadi
Islam, invansi diteruskan ke Spanyol, disamping itu juga ditujukan kearah
selatan. Serangan orang-orang Berber yang telah menjadi Islam itu akhirnya di
hentikan dan mereka mendiami lembah Sungai Niger dan Sungai Senegal yang subur.
Invansi kearah selatan ini mengakibatkan adanya peradaban Arab-Berber di Sudan
sebelah Barat. Di daerah tersebut muncul beberapa kerajaan Islam dengan tingkat
peradaban yang cukup maju antara lain: Songhay, Ghana, Mali dan Bornu.[17]
Di pantai Timur, orang islam memegang
banyak peranan. Sejak zaman kuno pelaut-pelaut dari Oman, dari Negara-negara di
teluk parsi dari pantai barat laut india telah berlayar sampai ke Afrika Timur,
bahkan Indonesia telah mengunjungi benua Afrika bagian Timur tersebut.[18]
Dari hubungan tersebut maka terjadilah
transformasi budaya bahkan agama. Pertama Islam masuk di Mesir, sehingga Mesir
menjadi pusat penyebaran agama Islam, dengan dibangunnya Universitas Al-Azhar
yang berwawasan Islam.[19] Dengan
demikian, Islam tidak hanya tersebar di Mesir, tetapi juga sampai ke Afrika.
Seperti di Afrika Timur, sudah menjadi tempat pertemuan dagang antara
pelaut-pelaut Arab, India, dan Indonesia. Sehingga pada saat itu terjadi
penyebaran Agama Islam dikalangan para pedagang. Kemudian, disusul oleh orang
India, dan pelaut-pelaut zajirah Arab
yang termasuk juga Mesir, yang telah melakukan penyebaran agama di Afrika,
datang berdagang di Indonesia terutama di selat Malaka, Sumatera. Hal ini
terbukti dengan adanya kerajaan islam tertua di Indonesia pada tahun 1262 M.
Islam yang berasal dari Jazirah Arab
pada Zaman Khulafaurrasyidin (pengganti nabi Muhammad Saw) sudah berkembang
sampai ke seluruh Asia Barat, Afrika Utara dan Timur, dan sebagian Eropa
(Spanyol dan Turki). Pada masa khalifah bani Umayyah, Islam berkembang sampai
India, Cina, dan Asia Tenggara.[20]
Para pelaut jazirah Arab maupun Afrika
memang sudah dikenal sebelumnya, dengan datangnya pelaut Indonesia ke Afrika
Timur dan bertemu dengan para pelaut Arab yang pada saat itu berdagang dan
menyebarkan Agama Islam. Sehingga pada saat penyebaran Agama Islam tidak
mengalami kesukaran dalam mempengaruhinya, karena sebelumnya sudah menjalin
hubungan dengan bangsa Indonesia.
Setelah melakukan penyebaran agama Islam
melalui perdagangan, dilanjutkan dengan perkawinan antara pedagang muslim
dengan penduduk asli, maka muncul peranakan yang beragama Islam dari hasil
perkawinan antar bangsa. Penyebaran islam terjadi tidak hanya melaui pernikahan
dan perdagangan, tetapi penyebaran islam berlanjut setelah adanya ulama di
Indonesia mealalui pengembangan Dakwah.
2.5 Presfektif Ekonomi
Hubungan perdagangan yang terjadi pada
masa kerajaan di Indonesia. Kerajaan Sriwijaya adalah salah satu kerajaan
pantai, Negara perniagaan dan Negara yang berkuasa di laut. Kekuatan serta
kekayaan disebabkan oleh perdagangan internasional dari Asia Timur ke Asia
Barat dan Eropa. Jalan tersebut selama 15 abad mempunyai arti yang penting
dalam sejarah. Sriwijaya adalah pusat perdagangan penting yang pertama pada
jalur ini, kemudian diikuti oleh tempat-tempat atau kota-kota lain. Perdagangan
di Indonesia yaitu di kerajaan-kerajaan tradisional disebutkan Van Leur
mempunyai sifat kapitalisme politik di mana pengaruh raja-raja dari
kepala-kepala negeri dalam perdagangan itu sangat besar. Dalam perkembangannya
kapitalsme semacam itu terbagi atas dua bentuk yaitu kapitalisme modern dan
kapitalisme perdagangan.
Perniagaan disana tidak hanya
perdagangan dan pelayaran pantai di kawasan Nusantara tetapi juga perdagangan
seberang laut melalui Malaka ke Samudera Hindia. Secara konseptual, di sini
samudera Hindia lebih luas dari yang tertera di peta sekarang. Dalam pengertian
ini, selain samudera Hindia menurut peta itu, tercakup pula laut-laut
Nusantara, Teluk, Persia, dan Laut Merah yang sesungguhnya merupakan perpanjangan
dari Samudera Hindia. Dengan demikian seluruh wilayah pesisir Asia dan Timur
Tengah yang “dibasahi” oleh samudera Hindia tersebut di atas, merupakan suatu
system komunitas yang terpadu. Melalui system itu berbagai pelabuhan di Laut
Merah, teluk Persia, Laut Arab, Samudera Hindia, Laut Jawa dan Laut-laut dalam
lainnya di Nusantara, menjadi suatu kesatuan interaksi yang sedikit-banyaknya
mempengaruhi sejarah wilayah-wilayah itu, terutama sejarah ekonomi.[21]
Dari uraian diatas dapat dianalisis
bagaimana hubungan ekonomi antara Mesir, Afrika, dan Indonesia. Melalui
perdagangan ini tidak hanya menyebar agama, transformasi budaya, tetapi juga
erat hubungannya dengan kepentingan perekonomian satu sama lain. Pada saat
pelaut Indonesia berlayar ke Afrika timur membawa tujuan untuk berdagang,
begitupun saat bangsa Arab melakukan invansi di Mesir hingga akhirnya Mesir
menjadi pusat penyebaran Islam, dan Invansi tersebut berlanjut sampai ke
Afrika, sehingga melalui Afrika timur dipertemukanlah ke tiga Negara ini dalam
sebuah perdagangan. Jadi, penaklukan daerah-daerah erat sekali hubungannya
dengan struktur ekonomi daripada kapitalisme keuangan.
Perbedaan antara Asia Tenggara dengan
wilayah lainnya di awal era modern ini tidak penting. Debandingkan tidak saja
dengan Eropa tetapi juga dengan bagian
lain dari Asia, di Asia Tenggara tidak terdapat perlindungan yang tegas
terhadap milik pribadi sehingga menghambat perkembangan lembaga-lembaga keuangan
dan mencegah akumulasi modal tetap. Namun kelemahan penting yang terdapat di
setiap pusat perdagangan tersebut tidak memungkinkan untuk mengembangkan
solusi-solusi jangka pendek ke dalam jalur-jalur alternative guna pertumbuhan
ekonomi yang berkesinambungan.[22]
Dibandingkan dengan Negara-negara
berkembang lainnya, maka pemerintah Mesir menguasai sebagian besar sektor
publik, disertai dengan berlakunya berbagai peraturan yang sangat ketat.
Ketatnya peraturan yang membatasi kemungkinan terlibatnya kalangan swasta telah
menghambat pula arus penanaman modal Asing yang dibutuhkan bagi modernisasi
perekonomian mesir, khususnya berkaitan dengan dilancarkannya program
industrialisasi di dalam negerinya.[23]
[1]
Darsiti Soeratman, Sejarah Afrika.
(Yogyakarta:2012) hlm. 7
[2]
Slamet Muljana, Menuju Puncak Kemegahan.
(Yogyakarta. 2012). Hlm. 113
[3]
Drs. N. daldjoeni, Geografi Kesejarahan 1 (peradaban dunia). Bandung: 1987. Hlm.
30
[4] Ibid. Hlm. 44
[5] Darsiti Soeratman, Sejarah Afrika. (Yogyakarta:2012) hlm. 4-5
[6]
Drs. N. daldjoeni, Geografi
Kesejarahan 1 (peradaban dunia). Bandung:
1987. Hlm. 53
[7]
Riza Sihbudi dkk, Profil Negara-negara
Timur Tengah. Jakarta: 1995. Hlm. 145
[8] Yusni
Pakaya, Sejarah Indonesia sampai dengan
1500 M. Yogyakarta: 2012. Hlm. 16
[9]
Darsiti Soeratman, Sejarah Afrika.
(Yogyakarta:2012) hlm. 213
[10]
S. Nasution. Sejarah Pendidikan
Indonesia. Jakarta: 2011. Hlm. 3
[11]
S.J. Rutgers, Sejarah Pergerakan Nasional
Indonesia.Yogyakarta: 2012. Hlm. 108
[12]
Tulus Warsito dan Wahyuni Kartikasari. Diplomasi
Kebudayaan. Yogyakarta: 2007. Hlm. 213
[13]
Riza Sihbudi, dkk. Profil Negara-Negara
Timur Tengah. Jakarta: 1995. Hlm.151
[15]
Tulus Warsito dan Wahyuni Kartikasari. Diplomasi
Kebudayaan. Yogyakarta: 2007. Hlm. 59
[16] Tulus Warsito dan Wahyuni Kartikasari. Diplomasi Kebudayaan. Yogyakarta: 2007.
Hlm. 217-223
[17]
Darsiti Soeratman, Sejarah Afrika.
(Yogyakarta:2012) hlm. 7-8
[18]
Darsiti Soeratman, Sejarah Afrika.
(Yogyakarta:2012) hlm 8
[19]
Riza Sihbudi, dkk. Profil Negara-Negara
Timur Tengah. Jakarta: 1995. Hlm. 145-146
[20]
Yusni Pakaya, Sejarah Indonesia sampai
dengan 1500 M. Yogyakarta: 2012. Hlm. 75-76
[21]
R.Z Leirissa. Sejarah Perekonomian
Indonesia. Yogyakarta: 2012. Hlm. 13-18
[22] Asvi
Warman Adam, Pelurusan Sejarah Indonesia.
Yogyakarta: 2009. Hlm. 43
[23]
Riza Sihbudi, dkk. Profil Negara-Negara
Timur Tengah. Jakarta: 1995. Hlm. 147
Tidak ada komentar:
Posting Komentar