Minggu, 23 Oktober 2016

Cerpen karya sendiri (Don't Plagiarsm!!!)

♥_Dibalik Surga yang Tersembunyi _♥
by―Rezki Desmita

Hasil gambar untuk cowok kampus kartun islami

“Cowok mubazir”, merupakan julukan unik pemberian teman-teman kampus Revi. Julukan yang kurang dipahami oleh Revi, selalu dilemparkan padanya, terlebih saat-saat seperti ini. Duduk melingkar di tengah lapangan basket setelah latihan sore, disinilah Revi memahami kenapa teman-temannya sering menjulukinya cowok mubazir. Bukan karena Revi sering menghabiskan uang untuk hura-hura, tapi karena Revi memiliki ketampanan fisik dan kelebihan finansial yang luamayan, namun tidak memiliki pacar. Revi kembali teringat saat 14 februari kemarin, hari kasih sayang kata teman-temannya, maka status jomblo yang disandang oleh Revi seakan sebuah kutukan yang harus segera dihilangkan, teman-temannya akan datang berbondong-bondong memperlihatkan foto cewek-cewek yang siap dicomblangin ke Revi. Hasilnya nihil. Revi tetap memilih sendiri. Karena, menurut Revi hari kasih sayang itu terjadi setiap hari, tidak ada batasan harus di tanggal 14 februari seperti yang dipahami oleh teman-temanya itu. Apalagi sampai men-judge hari kasih sayang harus memiliki pacar, emang yang berhak dapetin kasih sayang kita hanya sebatas pacar? Yang belum tentu akan menjadi jodoh kita.
Revi Al-Habsyie, sosok cowok manis dengan hidung mancung, kulit sawo matang dan memiliki tatapan mata yang teduh  menambah pesona ketampanan seorang pria idaman para kaum hawa. Sehingga tidak heran banyak cewek-cewek antrian untuk mendapatkan hatinya, menurut Revi cewek-cewek itu sama saja sedang mengantri untuk masuk ke pintu maksiat, dan dia tak ingin terlibat, apalagi menjadikan dirinya sebagai pintu tersebut.
“Vi, aku Cuma pengen ngasih ini ke kamu.” Kata Bela sambil menyuguhkan sebuah benda berbentuk kotak pada Revi yang sedang duduk di lapangan bersama teman-teman tim basketnya.
Bela adalah salah satu cewek yang berharap mendapatkan Revi. Setelah Revi menerima pemberiannya, Bela langsung pergi tanpa berkata apa-apa, dengan ekspresi berbunga-bunga yang terpampang jelas di wajahnya. Revi membuka bungkusan itu, ternyata sebuah coklat yang berbentuk hati, dan bertuliskan “I Love Revi”. Revi benar-benar terkejut, dia tidak ingin menerima coklat itu, selain dia tidak terlalu suka dengan coklat padat, dia juga tidak ingin Bela salah paham karena telah menerima pemberiannya. Namun Bela sudah pergi, terpaksa Revi membawa pulang coklat itu. Demi menjaga agar coklatnya tidak meleleh Revi menyimpannya di lemari Es. Orang kedua yang membuka lemari Es setelah dia adalah Abi, ayah Revi― dengan penuh keterkejutan, Abi melihat dan menatap tajam pada coklat yang berukir indah itu.
“Reviii. . ” kata Abi pelan, namun geram penuh amarah yang terpendam.
                                                                        ***
Lahir di tengah-tengah keluarga serba ada membuat Revi dikenal banyak orang, baik di lingkungan kampus, masyarakat, maupun kolega bisnis orang tuanya. Hal ini mengajarkan Revi betapa tingginya status sosial seseorang ketika ia memiliki keunggulan finansial. Uang, uang, dan uang, selalu memiliki peran utama dalam segala hal. Bahkan ada yang mengatakan, uang tidak akan dibawah mati, tapi kalau tidak punya uang bisa-bisa mati. Really?? Yes, there is fact and real in the life everyone. 
Hari ini Revi dan Abinya akan pergi ke bandara Soeta―Soekarno-Hatta, di Cengkareng, menyambut kedatangan umminya yang baru pulang dari Tanah Suci Makkah untuk menunaikan ibadah umroh bersama kakak perempuan beserta suami kakaknya. Keluarga besar dari pihak Abi mempunyai garis keturunan Arab, dan juga kakek dari keluarga Ummi adalah keturunan Cina―Arab. Sehingga keluarga ini mempunyai latar belakang keluarga bangsawan. Tak hanya unggul dalam hal keturunan, finansial, tapi juga etika dan ketaatan pada Tuhan sudah menjadi hal yang urgen dalam kehidupan keluarga ini.
Sambil memainkan gadged pada iPhone miliknya, Revi dengan santai berdiri di tengah kerumunan orang yang menunggu di pintu kedatangan menyambut keluarga ataupun kerabat yang akan melewati gate 7  di Bandara itu. Sedang Abi sibuk memperhatikan para penumpang yang baru saja tiba menuju pintu keluar.  Tak ayal keberadaan Revi sebagai cowok tampan yang berada ditengah kerumunan ini menjadi tontonan beberapa gadis yang lewat, ada yang saling berbisik kagum, ada pula yang diam-diam melemparkan lirikan mata ke arah Revi.
“Abiiii,, ” panggil seorang wanita muda, Zhifa―kakak Revi.
Suara kak Zhifa mengagetkan Revi dan langsung menatap ke arah suara yang memanggil Abi. Ada ummi disana, yang jalan berdampingan dengan kak Rangga, suami kak Zhifa. Setelah keluarga mereka berkumpul dan saling melepas rindu, kemudian segera melanjutkan perjalanan pulang ke rumah, di Depok.
                                                                        ***
“Revi, nih special buat kamu.” Kata kak Rangga sambil menyuguhkan beberapa bungkus makanan ringan, sepertinya oleh-oleh khas Makkah
“Apa nih kak?”
“Delli Coco. Itu ole-ole terobosan baru, coklat khas Makkah. Coklatnya lezat dan unik, bagus buat laki-laki bisa nambah kekuatan…” kata Rangga, namun kata-katanya seperti terputus.
“Wahh, kekuatan apa kak? Hahahah, buat kak Rangga aja deh. . kayaknya lebih cocok buat penganten baru.” Kata Revi mencoba memutar balik kata-kata kakak iparnya itu, sambil nyengir.
Mereka bebas ngomong begitu karena hanya mereka berdua yang ada di ruang tamu, sedang kak Zhifa sibuk di dapur menyiapkan makanan bersama Ummi, yang juga ditemani Abi.
“Ah, kamu tenang aja, kak Rangga udah punya persiapan sendiri. Itu ole-ole khusus buat kamu, biar bisa nambah stamina main basket.” Jawab Kak Rangga sekenanya.
Revi mulai mencicipi coklat pemberian kak Rangga.
“Gimana Vi? Enak kan? Beda banget sama coklat yang dijual di toko-toko.”
“Hmm, enak. Tapi aku nggak terlalu suka sama coklat padat.”
“Terus kamu sukanya apa?”
“Aku bukan orang yang suka pilih-pilih makanan juga sih sebenarnya, Cuma nggak terlalu doyan sama yang manis-manis.”
“Ya udah, Delli Coconya jangan kamu buang ya, kasih ke teman-teman kamu yang doyan makan coklat.”
                                                                        ***
Cuaca pagi buta di kota Depok begitu sejuk, karena belum terlalu banyak jenis kendaraan yang berlalu lalang menyebar polusi di jalanan. Revi, masih terus berdiri di balkon kamarnya di lantai dua, menikmati cuaca sejuk yang sangat langkah dijumpai bila siang hari. Ya iyalah, kalau sudah siang selain matahari mulai membiaskan kehangatannya yang terkadang mencapai suhu 35 derajat, aktivitas masyarakat juga sudah mulai memenuhi ruang gerak udara, sehingga hasil akhirnnya adalah panas dan gerah.
Tok. . tok . . tok . . suara ketukan pintu dari luar kamar Ravi.
“Revi,,,”
Terdengar suara Ummi dari luar, Revi segera membukakan pintu sebelum Ummi bersuara tiga kali menyebut namanya, karena bisa berakibat fatal. Revi tidak ingin mengambil resiko di pagi sejuknya ini sudah mendengarkan omelan ummi.
“Ya Ummi, , ”
Masya Allah, kok kamu belum mandi? Abimu sudah siap-siap di bawah. Kamu lupa hari ini mau pergi sama Abi ke Sulawesi? ”
“Ingat Ummi. Tapi kan ini masih pagi buta ummi.”
“Iya, tapi kemacetan Jakarta tidak mengenal pagi buta Revi. . . Cepat kamu mandi, lalu turun. Kita sarapan bersama dulu.”
Ummi meninggalkan kamar Revi, sedang si anak bungsu ini langsung masuk kamar mandi menuruti kata-kata Umminya. Yup, diakhir bulan Mei ini Revi dan Abi weekend ke Sulawesi, entah Sulawesi bagian mana, Revi belum mengetahuinya.
Setelah rapi, Revi segera menyambar tas Ransel kesayangannya dan mengambil semua Delli Coco yang diberikan kak Rangga kemarin, meskipun Revi tidak tahu secara pasti tujuan Abinya berkunjung ke Sulawesi, namun Revi mulai menerka bahwa ini adalah perjalanan bisnis yang melelahkan. Fix, semuanya telah siap. Revi turun ke ruang makan, dengan penampilan yang keren, celana panjang jeans, kaos oblong yang dilapisi jaket berpola jas, sapatu, dan tatanan rambut yang sedikit acak-acakan.  
“Ehem, , cie adik ipar gue pagi-pagi udah keren aja nih. .” sambut kak Rangga dengan pujian yang membuat Revi sedikit tidak nyaman, namun tetap Ia sembunyikan.
“Nggak usah dipuji mas, entar PDnya berkurang. Ayo, kita makan dulu. Abi dari tadi nunggu loh.” kata Kak Zhifa, lalu bergegas pergi ke ruang keluarga mengajak Abi dan Ummi untuk sarapan bersama.
                                                                        ***
Pukul 21.00 wita, mereka tiba di bandara Djalaludin, tepatnya di provinsi Gorontalo kota dengan predikat Serambi Madinah. Kali ini Revi sedikit penasaran dengan kota yang baru di kunjunginya ini. Bukan karena Serambi Madinahnya, namun kalimat yang terdapat di bandara tadi “Gorontalo, The Hidden Paradise”, surga seperti apa yang tersembunyi di kota ini? Sebelum pergi ke tempat tujuan yang masih belum Revi ketahui dengan pasti, Abi mengajaknya singgah sebentar di Masjid Agung Baiturahman Limboto untuk sholat Isya. Lagi-lagi tempat ini membuat Revi terpesona tatkala melihat sebuah menara keagungan Limboto berdiri menjulang tinggi. Seakan tidak merasa kelelahan, Revi dan Abinya melanjutkan perjalanan menuju ke salah satu pusat perbelanjaan yang ada di Telaga. Seandainya tujuan Abi ke Gorontalo hanya untuk pergi jalan-jalan ke pusat perbelanjaan seperti ini, detik ini juga Revi akan ngajak balik Abinya ke Jakarta. Karena di Jakarta juga banyak pusat perbelanjaan, tidak harus jauh-jauh datang ke kota Bentor ini.
“Abi sudah berapa kali berkunjung kesini? Sepertinya udah hafal banget keadaan kota ini?”
“Sudah sekian kali. Ini saatnya kamu mengenal kota kelahiran Abimu ini. Revi, siapa yang ngasih kamu coklat kemarin?” Tanya Abi tiba-tiba.
 “Teman Bi. Tapi Revi nggak maksud nerima itu kok Bi, lagian coklatnya udah Revi balikin ke pemiliknya. Kenapa Bi?” Tanya Revi, namun sudah mengerti arah pembicaraan Abi.
“Abi tidak ingin kamu pacaran. Kalau kamu sudah siap nikah, bilang ke Abi, jangan pacaran. Apa gunanya kamu sholat, belajar agama kalau disisi lain kamu juga melakukan sesuatu yang dilarang dalam agama kita.” Celoteh Abi tanpa memperdulikan keadaan sekitar.
“Iya Abi. Lagian Revi belum bertindak sejauh itu. Revi juga nggak pengen berbagi dosa.”
“Udah, kamu nggak usah banyak celoteh. Malam ini kita tidak nginap di hotel. Kita nginap di rumah sahabat Abi. Disitu kamu bisa belajar sama anak-anak sahabat Abi, mereka alumni pesantren semua, dan seusia juga dengan kamu. Dan yang terpenting keempat anak cowok sahabat Abi tidak pernah pacaran. Anak sulungnya yang sudah menikah, melalui tahap yang islami, ta’arufan, seperti kakakmu dan mas Rangga. Nggak ada pacaran.”
Abi memang sangat keras kalau urusan soal akhlaq dan agama. Karena dikeluarga besar Revi sangat menjunjung tinggi etika dan ketaatan dalam beribadah. Dari covernya aja kelihatan keluarga ini biasa-biasa saja, Abi yang selalu rapi dengan setelan kemeja, jas, celana tisu, dan sepatu, sesuai dengan profesinya sebagai pengusaha, tapi hatinya bersorban. Begitupun anak-anaknya. Hanya saja, Revi selalu dikejar-kejar bahkan diberi hadiah oleh teman-teman cewek, sehingga terkadang membuat Abi salah paham, seperti yang terjadi sekarang ini.
                                                                        ***
Setelah menunaikan sholat Subuh berjamaah di masjid, Revi bersama anak-anak Ustad Fahri, sahabat Abi. Fazri, Fahrul, dan Faiz, pulang bersama ke Rumah, kebetulan Fazri dan Fahrul sudah seusia Revi, sehingga Revi tidak bosan karena merasa memiliki teman di perjalanan akhir pekan kali ini. Sedangkan Abi dan Ustad Fahri masih di Masjid, sepertinya mereka sedang mendiskusikan hal penting. Mungkin Abi sedang belajar ilmu agama atau fiqih Ramadhan, agar lebih mantap lagi dalam beribadah di bulan yang Istimewah bagi umat muslim ini. karena bulan Ramadhan tinggal menghitung hari.
“Faiz, mas Revi punya sesuatu buat Faiz.” kata Revi kepada si bungsu, Faiz, sambil memberikan Delli Coco yang ia bawah dari rumah.
“Wah. . coklat. Asyiiik, aku mau amma[1] Farha masakin coklatnya.” Kata Faiz sambil berlari masuk ke salah satu kamar.
Amma Farha? Tante kamu ya Ri? Kok dari tadi aku nggak lihat sih.” Tanya Revi pada Fazri
“Bukan, lagian semalam kamu nyampenya kan udah larut malam. Dia ade aku, anak ketiga, kita itu lima bersaudara, satu cewek, empat cowok. Jadi pas kamu datang semalam, dia udah tidur.” Kata Fazri.
Sementara asyik ngobrol di ruang tamu, Abi dan ustad Fahri sudah datang dan ikut ngobrol dengan Revi, serta ibu Fadma istri ustad dan anak-anaknya. Tidak lama kemudian Farha dan Faiz keluar dari dapur membawa minuman hangat dan kue ringan untuk disuguhkan di ruang tamu.
Cantik dan soleha. Itulah kesan pertama Revi saat melihat Farha. Farha dengan tampilan sederhananya, hijab yang syar’i sudah cukup membuat hati kecil Revi bergerak. Setelah menyuguhkan minuman hangat itu, Farha dan ibunya mempersilahkan untuk minum. Entah gugup atau salah tingkah, Revi orang pertama yang minum suguhan hangat tersebut.
“Ini coklat hangat yaa?” Tanya Revi, berusaha menghilangkan ekspresi temaran di wajahnya.
“Iya. Itu coklat pemberian mas Revi tadi. Jadi Faiz meminta saya untuk memasaknya. Alhamdulillah, hasilnya cukup untuk delapan gelas.” Kata Farha dengan sopan dan lembut.
Revi sempat melirik Abinya, dan keduanya saling melempar senyum. Entah apa maksud senyum itu. Abi dapat membaca maksud tatapan teduh Revi. Anaknya telah tertawan pesona kehangatan secangkir Delli Coco buatan si gadis soleha yang dihadapannya.
“Revi sebenarnya nggak terlalu suka coklat, tapi setelah bertamu disini, saya sebagai Abinya ngerti selerah Revi, dia tidak suka coklat padat, tapi dia suka minuman coklat hangat”
Seketika suasana diruangan itu menjadi ramai dengan canda dan tawa hangat, sehangat Delli Coco buatan Farha.
“Keluarga besar Ustad Fahri adalah keluarga huruf F, kira-kira kalau mau nyari menantu yang huruf F juga nggak? Karena saya punya tawaran huruf R loh. .” kata Abi, yang sontak membuat Revi kaget, malu, dan salah tingkah.
Semua keluarga Ustad Fahri memahami maksud pak Rahmat, Abinya Revi. Karena sebelumnya hal ini sudah dibicarakan oleh kedua belah pihak keluarga, tanpa diketahui oleh Revi dan Farha. Kedua orang tua mereka tahu, bahwa mereka akan saling suka.
“Apalah arti sebuah huruf pak Rahmat. Bila jodoh itu telah datang, insya Allah kami ridho, Allah pun pasti Ridho. Asal hati dan agamanya baik.” Kata Ustad Fahri dengan tawa khasnya, yang menghangatkan suasana hati siapa saja yang mendengarnya, termasuk Revi.
Sementara Revi hanya berusaha ikut tersenyum mengikuti alur suasana. Farha terlihat sangat gugup begitu mengetahui maksud pembicaraan kedua orang tua mereka. Tak dapat Ia pungkiri, Ia pun mengharapkan apa yang sudah menjadi rencana ayah dan bundanya.
Inilah rencana dan takdir Allah, jauh lebih indah dan penuh kejutan yang tak terkira. Siapa sangkah secangkir Delli Coco dapat mempertemukan Revi dengan takdirnya, takdir terindah yang dijanjikan Allah dalam firman-Nya, bagi mereka yang hanya berharap dan meminta kepada Tuhannya. Terjawablah rasa penasaran Revi atas kota Gorontalo.
“Sekarang aku paham, makna The Hidden Paradise. Aku telah menemukannya.Terimakasih ya Allah atas hadiah terindah-Mu. Terimakasih Abi atas didikannya. Dan terimakasih ka Rangga, atas Delli Coconya, ini lebih nikmat dari yang ku cicipi sebelumnya”― Batin Revi
―SELESAI―




[1] Kakak perempuan dalam bahasa Arab. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar