♥_Dibalik Surga yang Tersembunyi _♥
by―Rezki Desmita
by―Rezki Desmita
“Cowok
mubazir”, merupakan julukan unik pemberian teman-teman kampus Revi. Julukan
yang kurang dipahami oleh Revi, selalu dilemparkan padanya, terlebih saat-saat
seperti ini. Duduk melingkar di tengah lapangan basket setelah latihan sore,
disinilah Revi memahami kenapa teman-temannya sering menjulukinya cowok
mubazir. Bukan karena Revi sering menghabiskan uang untuk hura-hura, tapi
karena Revi memiliki ketampanan fisik dan kelebihan finansial yang luamayan,
namun tidak memiliki pacar. Revi kembali teringat saat 14 februari kemarin,
hari kasih sayang kata teman-temannya, maka status jomblo yang disandang oleh
Revi seakan sebuah kutukan yang harus segera dihilangkan, teman-temannya akan
datang berbondong-bondong memperlihatkan foto cewek-cewek yang siap
dicomblangin ke Revi. Hasilnya nihil. Revi tetap memilih sendiri. Karena,
menurut Revi hari kasih sayang itu terjadi setiap hari, tidak ada batasan harus
di tanggal 14 februari seperti yang dipahami oleh teman-temanya itu. Apalagi
sampai men-judge hari kasih sayang
harus memiliki pacar, emang yang berhak dapetin kasih sayang kita hanya sebatas
pacar? Yang belum tentu akan menjadi jodoh kita.
Revi
Al-Habsyie, sosok cowok manis dengan hidung mancung, kulit sawo matang dan
memiliki tatapan mata yang teduh menambah pesona ketampanan seorang pria idaman
para kaum hawa. Sehingga tidak heran banyak cewek-cewek antrian untuk
mendapatkan hatinya, menurut Revi cewek-cewek itu sama saja sedang mengantri
untuk masuk ke pintu maksiat, dan dia tak ingin terlibat, apalagi menjadikan
dirinya sebagai pintu tersebut.
“Vi,
aku Cuma pengen ngasih ini ke kamu.” Kata Bela sambil menyuguhkan sebuah benda
berbentuk kotak pada Revi yang sedang duduk di lapangan bersama teman-teman tim
basketnya.
Bela
adalah salah satu cewek yang berharap mendapatkan Revi. Setelah Revi menerima
pemberiannya, Bela langsung pergi tanpa berkata apa-apa, dengan ekspresi
berbunga-bunga yang terpampang jelas di wajahnya. Revi membuka bungkusan itu,
ternyata sebuah coklat yang berbentuk hati, dan bertuliskan “I Love Revi”. Revi
benar-benar terkejut, dia tidak ingin menerima coklat itu, selain dia tidak
terlalu suka dengan coklat padat, dia juga tidak ingin Bela salah paham karena
telah menerima pemberiannya. Namun Bela sudah pergi, terpaksa Revi membawa
pulang coklat itu. Demi menjaga agar coklatnya tidak meleleh Revi menyimpannya
di lemari Es. Orang kedua yang membuka lemari Es setelah dia adalah Abi, ayah
Revi― dengan penuh keterkejutan, Abi melihat dan menatap tajam pada coklat yang
berukir indah itu.
“Reviii.
. ” kata Abi pelan, namun geram penuh amarah yang terpendam.
***
Lahir
di tengah-tengah keluarga serba ada membuat Revi dikenal banyak orang, baik di
lingkungan kampus, masyarakat, maupun kolega bisnis orang tuanya. Hal ini
mengajarkan Revi betapa tingginya status sosial seseorang ketika ia memiliki
keunggulan finansial. Uang, uang, dan uang, selalu memiliki peran utama dalam
segala hal. Bahkan ada yang mengatakan, uang tidak akan dibawah mati, tapi
kalau tidak punya uang bisa-bisa mati. Really??
Yes, there is fact and real in the life everyone.
Hari
ini Revi dan Abinya akan pergi ke bandara Soeta―Soekarno-Hatta, di Cengkareng, menyambut
kedatangan umminya yang baru pulang dari Tanah Suci Makkah untuk menunaikan
ibadah umroh bersama kakak perempuan beserta suami kakaknya. Keluarga besar
dari pihak Abi mempunyai garis keturunan Arab, dan juga kakek dari keluarga
Ummi adalah keturunan Cina―Arab. Sehingga keluarga ini mempunyai latar belakang
keluarga bangsawan. Tak hanya unggul dalam hal keturunan, finansial, tapi juga
etika dan ketaatan pada Tuhan sudah menjadi hal yang urgen dalam kehidupan keluarga
ini.
Sambil
memainkan gadged pada iPhone miliknya, Revi dengan santai berdiri
di tengah kerumunan orang yang menunggu di pintu kedatangan menyambut keluarga
ataupun kerabat yang akan melewati gate 7
di Bandara itu. Sedang Abi sibuk
memperhatikan para penumpang yang baru saja tiba menuju pintu keluar. Tak ayal keberadaan Revi sebagai cowok tampan
yang berada ditengah kerumunan ini menjadi tontonan beberapa gadis yang lewat,
ada yang saling berbisik kagum, ada pula yang diam-diam melemparkan lirikan mata
ke arah Revi.
“Abiiii,,
” panggil seorang wanita muda, Zhifa―kakak Revi.
Suara
kak Zhifa mengagetkan Revi dan langsung menatap ke arah suara yang memanggil
Abi. Ada ummi disana, yang jalan berdampingan dengan kak Rangga, suami kak
Zhifa. Setelah keluarga mereka berkumpul dan saling melepas rindu, kemudian
segera melanjutkan perjalanan pulang ke rumah, di Depok.
***
“Revi,
nih special buat kamu.” Kata kak Rangga sambil menyuguhkan beberapa bungkus
makanan ringan, sepertinya oleh-oleh khas Makkah
“Apa
nih kak?”
“Delli
Coco. Itu ole-ole terobosan baru, coklat khas Makkah. Coklatnya lezat dan unik,
bagus buat laki-laki bisa nambah kekuatan…” kata Rangga, namun kata-katanya
seperti terputus.
“Wahh,
kekuatan apa kak? Hahahah, buat kak Rangga aja deh. . kayaknya lebih cocok buat
penganten baru.” Kata Revi mencoba memutar balik kata-kata kakak iparnya itu,
sambil nyengir.
Mereka
bebas ngomong begitu karena hanya mereka berdua yang ada di ruang tamu, sedang
kak Zhifa sibuk di dapur menyiapkan makanan bersama Ummi, yang juga ditemani
Abi.
“Ah,
kamu tenang aja, kak Rangga udah punya persiapan sendiri. Itu ole-ole khusus
buat kamu, biar bisa nambah stamina main basket.” Jawab Kak Rangga sekenanya.
Revi
mulai mencicipi coklat pemberian kak Rangga.
“Gimana
Vi? Enak kan? Beda banget sama coklat yang dijual di toko-toko.”
“Hmm,
enak. Tapi aku nggak terlalu suka sama coklat padat.”
“Terus
kamu sukanya apa?”
“Aku
bukan orang yang suka pilih-pilih makanan juga sih sebenarnya, Cuma nggak
terlalu doyan sama yang manis-manis.”
“Ya
udah, Delli Coconya jangan kamu buang ya, kasih ke teman-teman kamu yang doyan
makan coklat.”
***
Cuaca
pagi buta di kota Depok begitu sejuk, karena belum terlalu banyak jenis
kendaraan yang berlalu lalang menyebar polusi di jalanan. Revi, masih terus
berdiri di balkon kamarnya di lantai dua, menikmati cuaca sejuk yang sangat
langkah dijumpai bila siang hari. Ya
iyalah, kalau sudah siang selain matahari mulai membiaskan kehangatannya
yang terkadang mencapai suhu 35 derajat, aktivitas masyarakat juga sudah mulai
memenuhi ruang gerak udara, sehingga hasil akhirnnya adalah panas dan gerah.
Tok. . tok . . tok . .
suara ketukan pintu dari luar kamar Ravi.
“Revi,,,”
Terdengar
suara Ummi dari luar, Revi segera membukakan pintu sebelum Ummi bersuara tiga
kali menyebut namanya, karena bisa berakibat fatal. Revi tidak ingin mengambil
resiko di pagi sejuknya ini sudah mendengarkan omelan ummi.
“Ya
Ummi, , ”
“Masya Allah, kok kamu belum mandi? Abimu
sudah siap-siap di bawah. Kamu lupa hari ini mau pergi sama Abi ke Sulawesi? ”
“Ingat
Ummi. Tapi kan ini masih pagi buta ummi.”
“Iya,
tapi kemacetan Jakarta tidak mengenal pagi buta Revi. . . Cepat kamu mandi,
lalu turun. Kita sarapan bersama dulu.”
Ummi
meninggalkan kamar Revi, sedang si anak bungsu ini langsung masuk kamar mandi
menuruti kata-kata Umminya. Yup, diakhir
bulan Mei ini Revi dan Abi weekend ke
Sulawesi, entah Sulawesi bagian mana, Revi belum mengetahuinya.
Setelah
rapi, Revi segera menyambar tas Ransel kesayangannya dan mengambil semua Delli
Coco yang diberikan kak Rangga kemarin, meskipun Revi tidak tahu secara pasti
tujuan Abinya berkunjung ke Sulawesi, namun Revi mulai menerka bahwa ini adalah
perjalanan bisnis yang melelahkan. Fix,
semuanya telah siap. Revi turun ke ruang makan, dengan penampilan yang keren,
celana panjang jeans, kaos oblong yang dilapisi jaket berpola jas, sapatu, dan
tatanan rambut yang sedikit acak-acakan.
“Ehem,
, cie adik ipar gue pagi-pagi udah keren aja nih. .” sambut kak Rangga dengan pujian
yang membuat Revi sedikit tidak nyaman, namun tetap Ia sembunyikan.
“Nggak
usah dipuji mas, entar PDnya berkurang. Ayo, kita makan dulu. Abi
dari tadi nunggu loh.” kata Kak Zhifa, lalu bergegas pergi ke ruang keluarga
mengajak Abi dan Ummi untuk sarapan bersama.
***
Pukul
21.00 wita, mereka tiba di bandara Djalaludin, tepatnya di provinsi Gorontalo
kota dengan predikat Serambi Madinah. Kali ini Revi sedikit penasaran dengan
kota yang baru di kunjunginya ini. Bukan karena Serambi Madinahnya, namun
kalimat yang terdapat di bandara tadi “Gorontalo,
The Hidden Paradise”, surga seperti apa yang tersembunyi di kota ini? Sebelum
pergi ke tempat tujuan yang masih belum Revi ketahui dengan pasti, Abi
mengajaknya singgah sebentar di Masjid Agung Baiturahman Limboto untuk sholat Isya.
Lagi-lagi tempat ini membuat Revi terpesona tatkala melihat sebuah menara
keagungan Limboto berdiri menjulang tinggi. Seakan tidak merasa kelelahan, Revi
dan Abinya melanjutkan perjalanan menuju ke salah satu pusat perbelanjaan yang
ada di Telaga. Seandainya tujuan Abi ke Gorontalo hanya untuk pergi jalan-jalan
ke pusat perbelanjaan seperti ini, detik ini juga Revi akan ngajak balik Abinya
ke Jakarta. Karena di Jakarta juga banyak pusat perbelanjaan, tidak harus
jauh-jauh datang ke kota Bentor ini.
“Abi
sudah berapa kali berkunjung kesini? Sepertinya udah hafal banget keadaan kota
ini?”
“Sudah
sekian kali. Ini saatnya kamu mengenal kota kelahiran Abimu ini. Revi, siapa
yang ngasih kamu coklat kemarin?” Tanya Abi tiba-tiba.
“Teman Bi. Tapi Revi nggak maksud nerima itu
kok Bi, lagian coklatnya udah Revi balikin ke pemiliknya. Kenapa Bi?” Tanya
Revi, namun sudah mengerti arah pembicaraan Abi.
“Abi
tidak ingin kamu pacaran. Kalau kamu sudah siap nikah, bilang ke Abi, jangan
pacaran. Apa gunanya kamu sholat, belajar agama kalau disisi lain kamu juga
melakukan sesuatu yang dilarang dalam agama kita.” Celoteh Abi tanpa
memperdulikan keadaan sekitar.
“Iya
Abi. Lagian Revi belum bertindak sejauh itu. Revi juga nggak pengen berbagi
dosa.”
“Udah,
kamu nggak usah banyak celoteh. Malam ini kita tidak nginap di hotel. Kita
nginap di rumah sahabat Abi. Disitu kamu bisa belajar sama anak-anak sahabat
Abi, mereka alumni pesantren semua, dan seusia juga dengan kamu. Dan yang
terpenting keempat anak cowok sahabat Abi tidak pernah pacaran. Anak sulungnya
yang sudah menikah, melalui tahap yang islami, ta’arufan, seperti kakakmu dan mas Rangga. Nggak ada pacaran.”
Abi
memang sangat keras kalau urusan soal akhlaq dan agama. Karena dikeluarga besar
Revi sangat menjunjung tinggi etika dan ketaatan dalam beribadah. Dari covernya aja kelihatan keluarga ini
biasa-biasa saja, Abi yang selalu rapi dengan setelan kemeja, jas, celana tisu,
dan sepatu, sesuai dengan profesinya sebagai pengusaha, tapi hatinya bersorban.
Begitupun anak-anaknya. Hanya saja, Revi selalu dikejar-kejar bahkan diberi
hadiah oleh teman-teman cewek, sehingga terkadang membuat Abi salah paham,
seperti yang terjadi sekarang ini.
***
Setelah
menunaikan sholat Subuh berjamaah di masjid, Revi bersama anak-anak Ustad
Fahri, sahabat Abi. Fazri, Fahrul, dan Faiz, pulang bersama ke Rumah, kebetulan
Fazri dan Fahrul sudah seusia Revi, sehingga Revi tidak bosan karena merasa
memiliki teman di perjalanan akhir pekan kali ini. Sedangkan Abi dan Ustad
Fahri masih di Masjid, sepertinya mereka sedang mendiskusikan hal penting.
Mungkin Abi sedang belajar ilmu agama atau fiqih Ramadhan, agar lebih mantap
lagi dalam beribadah di bulan yang Istimewah bagi umat muslim ini. karena bulan
Ramadhan tinggal menghitung hari.
“Faiz,
mas Revi punya sesuatu buat Faiz.” kata Revi kepada si bungsu, Faiz, sambil
memberikan Delli Coco yang ia bawah dari rumah.
“Wah.
. coklat. Asyiiik, aku mau amma[1]
Farha masakin coklatnya.” Kata Faiz sambil berlari masuk ke salah satu kamar.
“Amma Farha? Tante kamu ya Ri? Kok dari
tadi aku nggak lihat sih.” Tanya Revi pada Fazri
“Bukan,
lagian semalam kamu nyampenya kan udah larut malam. Dia ade aku, anak ketiga, kita
itu lima bersaudara, satu cewek, empat cowok. Jadi pas kamu datang semalam, dia
udah tidur.” Kata Fazri.
Sementara
asyik ngobrol di ruang tamu, Abi dan ustad Fahri sudah datang dan ikut ngobrol
dengan Revi, serta ibu Fadma istri ustad dan anak-anaknya. Tidak lama kemudian
Farha dan Faiz keluar dari dapur membawa minuman hangat dan kue ringan untuk
disuguhkan di ruang tamu.
Cantik
dan soleha. Itulah kesan pertama Revi saat melihat Farha. Farha dengan tampilan
sederhananya, hijab yang syar’i sudah cukup membuat hati kecil Revi bergerak. Setelah
menyuguhkan minuman hangat itu, Farha dan ibunya mempersilahkan untuk minum.
Entah gugup atau salah tingkah, Revi orang pertama yang minum suguhan hangat
tersebut.
“Ini
coklat hangat yaa?” Tanya Revi, berusaha menghilangkan ekspresi temaran di
wajahnya.
“Iya.
Itu coklat pemberian mas Revi tadi. Jadi Faiz meminta saya untuk memasaknya. Alhamdulillah, hasilnya cukup untuk
delapan gelas.” Kata Farha dengan sopan dan lembut.
Revi
sempat melirik Abinya, dan keduanya saling melempar senyum. Entah apa maksud
senyum itu. Abi dapat membaca maksud tatapan teduh Revi. Anaknya telah tertawan
pesona kehangatan secangkir Delli Coco buatan si gadis soleha yang
dihadapannya.
“Revi
sebenarnya nggak terlalu suka coklat, tapi setelah bertamu disini, saya sebagai
Abinya ngerti selerah Revi, dia tidak suka coklat padat, tapi dia suka minuman
coklat hangat”
Seketika
suasana diruangan itu menjadi ramai dengan canda dan tawa hangat, sehangat
Delli Coco buatan Farha.
“Keluarga
besar Ustad Fahri adalah keluarga huruf F, kira-kira kalau mau nyari menantu
yang huruf F juga nggak? Karena saya punya tawaran huruf R loh. .” kata Abi,
yang sontak membuat Revi kaget, malu, dan salah tingkah.
Semua
keluarga Ustad Fahri memahami maksud pak Rahmat, Abinya Revi. Karena sebelumnya
hal ini sudah dibicarakan oleh kedua belah pihak keluarga, tanpa diketahui oleh
Revi dan Farha. Kedua orang tua mereka tahu, bahwa mereka akan saling suka.
“Apalah
arti sebuah huruf pak Rahmat. Bila jodoh itu telah datang, insya Allah kami
ridho, Allah pun pasti Ridho. Asal hati dan agamanya baik.” Kata Ustad Fahri
dengan tawa khasnya, yang menghangatkan suasana hati siapa saja yang
mendengarnya, termasuk Revi.
Sementara
Revi hanya berusaha ikut tersenyum mengikuti alur suasana. Farha terlihat
sangat gugup begitu mengetahui maksud pembicaraan kedua orang tua mereka. Tak
dapat Ia pungkiri, Ia pun mengharapkan apa yang sudah menjadi rencana ayah dan
bundanya.
Inilah
rencana dan takdir Allah, jauh lebih indah dan penuh kejutan yang tak terkira. Siapa
sangkah secangkir Delli Coco dapat mempertemukan Revi dengan takdirnya, takdir
terindah yang dijanjikan Allah dalam firman-Nya, bagi mereka yang hanya
berharap dan meminta kepada Tuhannya. Terjawablah rasa penasaran Revi atas kota
Gorontalo.
“Sekarang aku paham, makna The
Hidden Paradise. Aku telah menemukannya.Terimakasih ya Allah atas hadiah
terindah-Mu. Terimakasih Abi atas didikannya. Dan terimakasih ka Rangga, atas
Delli Coconya, ini lebih nikmat dari yang ku cicipi sebelumnya”―
Batin Revi
―SELESAI―
Tidak ada komentar:
Posting Komentar