Senin, 09 Juni 2014

SEJARAH ASIA BARAT (NEGARA LEBANON)



Luas Negara Libanon sekitar 10.400 km² (4.015 mil). Wilayah Libanon terbagi dalam empat wilayah besar, yaitu dataran pantai (coastal plain), Lembah bekaa (Biqa), pegunungan Libanon, dan pegunungan  anti Libanon. Dataran pantai murupakan sebuah wilayah yang tidak begitu luas, tetapi cukup penting karena terdapat kota-kota terbesar di Libanon seperti Beirut, Tripoli, dan sidon.
Peristiwa-peistiwa bersejarah yang penting sebagian besar terjadi di pegunungan Libanon. Pada abad ke-7, ketika pasukan islam menduduki Semenanjung Arabia, pegunungan Libanon dijadikan tempat mengungsi golongan Maronit dan golongan-golongan lain yang menentang kehadiran pasukan islam. Baik di bawah kekuasaan khalifah Dinasti umayyah (660-750) maupun dinasti Abasiyah (750-1258), para penduduk pegunungan Libanon masih tetap mempertahankan. 
Dalam sejarah tidak pernah ada suatu negara pun yang berna­ma Lebanon. Hanyasanya nama Lebanon digunakan untuk deretan pegunungan di negeri Syam, mulai sebelah Timur Laut hingga Barat Daya negeri itu sepanjang ± 170 km. Daerah itu dihuni oleh beberapa golongan yang mayoritas beragama Kristen, seperti go­longan Maradah dan Jarajimah yang menempatinya sejak abad ketu­juh Masehi. Terdapat juga golongan Kristen Maronit yang pindah ke gunung Lebanon di masa Khalifah Marwan bin Al-Hakam (745 – 746 M). Sedangkan golongan Druze, yang bertempat di bagian tengah dan selatan, telah menghuni daerah itu sejak akhir abad ke-12 Masehi.
Di masa Khulafaaul Umawiyyin, golongan Kristen Jarajimah pernah memberontak pada Khilafah Islam akibat fitnah yang dihembuskan oleh pemerintah Bizantium. Kemudian khalifah Walid bin Abdul Malik (86 – 96 H) mengutus pasukan pemerintah dibawah panglima Maslamah bin Abdul Malik untuk menumpasnya dan berhasil menggagalkan usaha para pemberontak itu.
Orang-orang Kristen Lebanon telah membantu tentara Salib sewaktu mereka menyerang wilayah Syam. Untuk ketiga kalinya usaha mereka berhasil dipatahkan, dan setelah itu tidak terjadi lagi pemberontakan hingga masa Khilafah Utsmaniyah. Pada waktu itu penduduk kota Kisirwan memberi peringatan kepada pemerintah bahwa mereka akan memberontak kalau tidak diberikan hak otonomi untuk mengatur daerahnya, dengan dukungan Perancis. Akhirnya, akibat tekanan-tekanan berat dari negara-negara Eropa (khususnya Perancis), pemerintah Khilafah terpaksa membagi deretan pegu­nungan tersebut menjadi dua daerah administratif dengan wewenang penuh, satu untuk Kristen Maronit dan satu untuk golongan Druze.Langkah inilah yang mengawali terbentuknya pemerintahan Kristen Lebanon, khususnya setelah terjadinya pertempuran antara Druze dan Maronit pada tahun 1843, 1844 dan 1860 yang sebelumnya me­mang telah direncanakan oleh Inggris dan Perancis dengan tujuan untuk memisahkan daerah Lebanon dari Khilafah Islam.
Setelah beberapa pertempuran itu, pasukan Perancis menyerbu sebagian wilayah Syam, yang sekarang menjadi negara Siria (Su­riah) yang dibentuk oleh Inggris pada abad ke-19 M. Sejak saat itu negara-negara besar (Eropa) telah memperkuat kekuasannya di wilayah tersebut. Mereka membuka sekolah-sekolah asing, menda­tangkan misionaris dan mendirikan organisasi-organisasi rahasia untuk melemahkan khilafah Islam dan menguatkan kekuasaan kaum Nasrani di kawasan Lebanon.
Mereka telah menjadikan Lebanon sebagai basis politik dan ideologi Barat di wilayah Islam, dan sebagai jembatan bagi mere­ka untuk melebarkan kekuasaannya ke daerah-daerah lain. Setelah Perang Dunia I, Perancis telah menguasai daerah Siria dan Leba­non berdasarkan perjanjian Sikes-Piko antara Inggris dan Peran­cis. Pada waktu itu panglima Perancis, Jendral Gorouw, di tahun 1920 telah mengumumkan bergabungnya beberapa daerah Siria ke daratan Lebanon, yaitu Tripoli, Bekka’, Akkar, Seddun dan Shuur (Tier). Seluruh daerah tersebut berpenduduk muslim, tetapi digabungkan dengan pemerintahan Kristen untuk mendirikan negara Lebanon Besar. Jadi, negara Lebanon sebenarnya adalah sebagian dari wila­yah Syams yang menjadi jajahan Perancis, dan dimerdeka­kan pada tahun 1943.
Atas dasar perjanjian antara sebagian pemimpin Siria, se­perti Syukri Al-Quwathli, dan sebagian pemimpin Lebanon, seperti Abdul Hamid Karamah, pada waktu itu disepakati untuk menjadikan Lebanon sebagai negara koalisi yang dikuasai oleh kaum Muslimin dan Kristen, disertai syarat bahwa orang-orang Kristen tidak boleh minta bantuan militer dari Barat dan kaum Muslimin tidak minta bantuan kaum muslimin lain dari luar, khususnya dari Suriah.
Walaupun banyak negara yang mengakui kemerdekaan Lebanon sebagai salah satu negara anggota Liga Arab, Suriah tetap tidak mengakui kemerdekaannya hingga tahun 1975 dan menolak adanya hubungan diplomatik, meskipun dimin­ta oleh negara Kristen Leba­non. Suriah menolak ek­sistensi Lebanon karena tetap mengklaim Lebanon sebagai bagian dari wilayahnya. Oleh karenanya Suriah menjadi­kan urusan Lebanon sebagai wewenang Menteri Dalam Negeri, bukan Menteri Luar Negeri. Demikianlah latar belakang munculnya negara Lebanon, sekaligus menunjukkan bahwa Lebanon adalah seba­gian dari Siria, dan akan tetap menjadi salah satu bagian dari wilayah kaum muslimin Syam hingga Hari Kiamat.
Penyebab Krisis Lebanon tak lain adalah MUNCULNYA negara Lebanon itu sendiri, dan berkuasanya golongan Kristen Maronit di puncak pemerintahan. Para pengamat politik beranggapan bahwa munculnya krisis Lebanon itu pada tahun 1975. Sebenarnya krisis ini telah terjadi 135 tahun sebelumnya, sejak peperangan ‘yang sengaja dimunculkan’ antara Druze dan Maronit tahun 1840 yang kemudian berkembang pada tahun 1860 dan 1920 ketika munculnya negara Lebanon Besar yang tujuannya adalah memecah belah kesatu­an wilayah Islam. Situasi negara tersebut bertambah parah pada tahun 1932 ketika terjadi Sensus Penduduk yang dipalsukan, de­ngan menjadikan kaum Kristen sebagai mayoritas.
Merekalah yang merencanakan pembantaian Shabra dan Chatilla yang terjadi tahun 1983 dengan dukungan Israel. Tujuannya tak lain adalah untuk mempertahankan pemerintah Kristen dan mengga­galkan usaha kaum muslimin untuk mengambil alih kekuasaan, serta menghancurkan kekuatan Palestina agar tak mampu lagi memerangi Israel dan mengakui eksistensinya, seperti yang telah direncana­kan oleh Amerika dalam menyelesaikan krisis Palestina. Rencana tersebut saat ini telah berhasil dengan diterimanya resolusi PBB No. 224 dan 358 oleh PLO.
Jelaslah, penyebab krisis Lebanon ini adalah kebencian kaum kristen terhadap kaum muslimin di sana, dan adanya keinginan untuk menghentikan perjuangan pembebasan palestina. Orang-orang Kristenlah yang menyulut api peperangan pada tahun 1975 itu sehingga kaum muslimin Lebanon dan Palestina tidak bisa menahan diri lagi menerima penghinaan dan penganiayaan itu. Mereka bergerak dan mengangkat senjata untuk melawan musuh.
Ada 17 golongan, baik Islam maupun non-Islam di Lebanon. Di antaranya golongan Ahlus Sunnah (690.000), Syi’ah Ja’fariyah salah satu madzhab yang diakui oleh Islam (970.000), dan Druze (348.000) yang bermadzhab Ismailiyah dan telah keluar dari Islam karena percaya bahwa Al-Hakim Billah Al-Ubaidy yang menguasai Mesir antara tahun 386 – 411 H adalah Tuhan. Kaum Druze ini juga percaya paham Reinkarnasi, suatu keyakinan bahwa ruh manusia akan menjelma kembali ke tubuh binatang. Hari Akhir menurut mereka bukanlah Hari Kiamat karena ruh manusia kekal sehingga tidak percaya pula dengan Hari Kebangkitan. Mereka tidak percaya kepada Nabi-nabi dan menganggapnya sebagai orang-orang bodoh. Syari’at Islam dan pokok-pokok keimanan ditolaknya dan tidak menganggap Yahudi sebagai musuh. Bahkan mereka banyak duduk di Knesset (parlemen) Israel dan ikut ibadah di gereja.
Selain itu terdapat golongan Kristen Maronit yang merupakan golongan kristen terbesar (469.000), Ortodoks (230.000), Katho­lik (213.000), dan Armenian (360.000). Disamping itu ada go­longan Nushairiyah (60.000) yang mempercayai Ali bin Abi Thalib sebagai tuhan dan merupakan golongan syi’ah yang paling sesat dan telah keluar dari Islam. Aqidah Nushairiyah campur baur dengan aqidah Majusi, Saba’ith, Nasrani, dll. Merekapun mempu­nyai syari’at tersendiri yang berlainan sama sekali dengan sya­ri’at Islam.
Semua golongan Kristen, Druze dan Nushairiyah mengakui eksistensi Lebanon dan kekuasaan orang Maronit. Ada juga golongan-golongan Islam yang mengakuinya, seperti Partai Walid Jumblat (Taqaddumil Isytirakiy), Partai Al-Qaumissuri, Partai Ba’ats, dan seluruh Partai Komunis.
Diantara partai kristen yang paling benci kepada Islam adalah partai Palangist, Milisi Hurrasul Arzah, Liwaa’ul Mara­dah, Milisi Sa’ad Haddad di Lebanon Selatan. Strategi mereka adalah mengusir kaum muslimin Palestina serta tentara Siria dari Lebanon. Di pihak lain, ada partai-partai Islam yang mempunyai strategi berbeda-beda dalam menyelesaikan krisis ini. Diantara­nya Partai Najadah yang beranggapan bahwa Lebanon adalah salah satu negara Arab dan pemerintahnya tidak boleh berdasarkan fana­tisme golongan; kepala negara boleh diangkat baik dari umat Islam maupun Kristen.
Gerakan Jamaat Islamiyah mengakui eksistensi Lebanon tetapi beranggapan bahwa kaum muslimin mempunyai hak yang sama dengan kristen untuk menduduki jabatan tinggi, dan berhak libur tiap Hari Jum’at dengan tetap menuntut diadakannya Sensus untuk mem­buktikan bahwa umat Islam adalah mayoritas; disamping mereka berpendapat bahwa kaum muslimin harus memiliki negara Islam.
Adapun partai Hizbut Tahrir yang bergerak di beberapa daerah Timur Tengah, termasuk Lebanon, untuk mengembalikan Khilafah Islam secara Internasional, berpendapat bahwa tidak ada jalan lain untuk menyelesaikan krisis Lebanon ini kecuali dengan menggabungkan Lebanon dengan Syiria (Suriah) dan menjadikan Syiria sebagai Khilafah Islam. Dengan kata lain, Lebanon yang dulunya adalah wilayah Islam sebelah Barat Daya Syiria harus digabungkan kembali kewilayah asal, yaitu Syam, dan memberi jaminan hidup kepada kaum Kristen dengan adil dan aman sesuai dengan apa yang digariskan Syariat Islam. Partai Politik Islam ini merupakan satu-satunya partai Islam yang bergerak di bidang dakwah dengan tidak menggunakan kekuatan bersenjata.
Ada pula gerakan Islam lain misalnya Hizbullah yang pro Iran dan ingin mendirikan negara Islam yang mirip dengan Iran. Mereka berbeda dengan Amal Syiah yang diperalat oleh Amerika melalui Syiria untuk memukul kekuatan Palestina dan menjinakkan kelompok-kelompok Palangist, gerakan Islam Murabithin, dan Tau­hid untuk kepentingan Syiria dan Amerika.
Pemerintah Libanon runtuh pada Januari 2011 , ketika para menteri Hizbullah mengundurkan diri dari kabinet untuk memprotes penolakan Perdana Menteri Hariri untuk menolak pengadilan PBB yang menyelidiki pembunuhan tahun 2005 ayahnya , Rafik Hariri . Pengadilan merilis sebuah dakwaan disegel kepada hakim yang diharapkan untuk menyertakan anggota Hizbullah . Bahkan , Hizbullah mengatakan anggotanya dimasukkan dalam dakwaan , namun terus menyangkal tanggung jawab atas pembunuhan Hariri . Dua minggu setelah runtuhnya pemerintah , Hizbullah memenangkan dukungan yang cukup di parlemen untuk membentuk pemerintahan baru dengan Najib Mikati , seorang pengusaha miliarder , sebagai perdana menteri . Mikati , seorang Sunni dan mantan perdana menteri , mengatakan meskipun ia didukung oleh Hizbullah , Ia akan memerintah sebagai independen .
Pada tanggal 22 Maret 2013, Perdana Menteri Najib Mikati mengundurkan diri sebagai protes atas kegagalan parlemen untuk menyepakati bagaimana untuk mengawasi 2013 pemilu mendatang . Mikati juga tidak senang dengan penolakan Kabinet untuk mempertimbangkan memperpanjang masa jabatan kepala polisi itu . Mikati berbicara tentang tujuan kepergian dalam pidato yang disiarkan televisi . Dia berkata , ” Hari ini saya mengumumkan pengunduran diri pemerintah , berharap bahwa Insya Allah itu akan memberikan dorongan bagi blok-blok politik utama di Lebanon untuk memikul tanggung jawab mereka. ”
Dua blok politik utama Lebanon mendukung pihak yang berseteru terlibat dalam perang sipil Suriah . Banyak yang mengkhawatirkan bahwa perang akan menyebar ke Lebanon . Mikati tetap bertindak perdana menteri sampai Presiden Suleiman menerima pengunduran dirinya dan perdana menteri baru dipilih .
Pada tanggal 6 April 2013, Salam Tammam diminta untuk membentuk pemerintahan . Dari 128 anggota parlemen , 124 memilih Salam untuk menjadi perdana menteri berikutnya . Salam adalah menteri kebudayaan 2008-2009 .

1 komentar:

  1. Lebanon merdeka tahun 1941 dari daerah mandat Perancis di Timur Tengah

    BalasHapus