Pengantar: "tulisan ini saya tulis sejak sebelum pemilihan caleg pada 9 april. niatnya sich, mau di terbitin di koran, biar semua masyarakat bisa baca. Tapi karena ada kendala-kendala tertentu, sehingga saya lebih memilih untuk postingkan saja lewat blogg. "
Beberapa pekan ini jalanan pada
sore hari di kota Gorontalo maupun di kabupaten-kabupaten yang ada di Provinsi
Gorontalo sangat ramai dengan berbagai kreativitas masyarakat dalam agenda Pesta Rakyat, atau lebih nge-trend dengan sebutan Kampanye. Maklumlah, karena pada bulan
April nanti akan ada pesta demokrasi besar-besaran, di Gorontalo pada khususnya
dan Indonesia pada umumnya.
Ada beberapa Partai Politik dan
bahkan Calegnya langsung yang turun ke jalan untuk memeriahkan sekaligus
mengenalkan diri pada mssyarakat Gorontalo, bahwa inilah calon-calon legislatif
yang akan menduduki kursi DPRD dan DPRI, dan akan mewakili aspirasi
masyarakatnya. Dan tentunya nasib mereka ini ada di tangan masyarakat sebagai
pemilih pada pemilu 09 April mendatang.
Saat beberapa pekan ini yang sering
terdengar dari masyarakat adalah “mana
doi, baru torang mo b.a pilih”, atau “Ja
bo megaya, doi paralu”. Sebenarnya
kalimat yang membisingkan dan sedikit memalukan bagi mereka yang
mengerti makna dari kata “KORUPSI”. Yaa,, ketika musim pemilu, masyarakat
ramai-ramai turun ke jalan untuk berkampanye, saat pasca pemilu masyarakat pun
kembali ramai-ramai turun ke jalan meneriakkan “Anti Korupsi” dan menghujat
pemerintah yang terlibat dalam kasus tersebut. Padahal, mereka tidak menyadari,
sebelumnya mereka pernah meminta hal yang sama seperti yang dilakukan oleh
pemerintah yang dihujat itu.
Apa sebenarnya persepsi masyarakat
tentang Korupsi???
“pemerintah yang menerima sogokan agar dapat memberikan sesuatu yang di
harapkan oleh si penyogok tersebut”,
“pemerintah yang melakukan penggelapan dana”, atau “pemerintah yang menerima
uang dari seseorang atau kelompok demi mempelancar suatu urusan”????
Semua sama, , entah Pemerintah tingkat
Presiden sampai tingkat kepala lurah jika melakukan hal diatas, dia adalah Koruptor.
Hal yang sama juga berlaku pada masyarakat. Bukankah pemerintah diatas termasuk
masyarakat? Hanya saja, yang membedakan mereka memiliki kedudukan di tingkat
pemerintahan. Sehingga segala sesuatu yang mereka lakukan selalu terekspos oleh
media, meskipun ada beberapa kasus yang mungkin belum tercium oleh media.
Persepsi masyarakat tentang korupsi harus diubah.
Persepsi masyarakat tentang korupsi harus diubah.
Ketahuilah… ketika rakyat memintah
upah atau dana dari Caleg disaat situasi kampanye seperti ini, itulah bukti
bahwa “Rakyat Juga Korupsi”. Mengapa? Karena tujuannya hanya satu, ketika
rakyat tersebut telah menerima dana maka selanjutnya rakyat itu wajib memilih
orang yang telah memberinya dana tersebut. Sebagai contoh, seorang Jaksa yang
akan memutuskan vonis untuk terdakwa A, karena kasus pembunuhan. Untuk
meringankan vonis maka A memberikan uang atau sogokkan pada Jaksa, maka
kewajiban jaksa ini adalah meringankan vonis hukuman untuk A, karena dia telah
menerima uang dari A. Bagaimana? Kasus yang beda, namun keadaannya yang sama,
sama-sama dalam keadaan memintah. Impasnya pun sama, sama-sama memberikan
kewajiban. Itulah korupsi.
Korupsi tak hanya uang, melalaikan
pekerjaan dan bermalas-malasan hingga mengabaikan waktu, itu juga disebut
korupsi, Korupsi waktu. Jadi, hati-hati dalam meneriakkan kata “Korupsi”,
apakah diri kita sudah terbebas dari korupsi? Sehingga menghujat mereka yang
melakukan korupsi. . . Sebenarnya, banyak yang dapat dicontohkan sebagai korupsi
dikehidupan sehari-hari yang tanpa kita sadari, kita sendiripun melakukannya.
Mau jadi apa negara ini bila yang terjadi Rakyat korupsi, Pemerintah pun
korupsi. Saling korupsi satu sam lain.
Logikanya, jangan korupsi bila tak
ingin mendapatkan pemerintah atau pemimpin yang korupsi. Zaman klasik sampai
Globalisasi, Karma itu masih tetap ada. Mengambil keuntungan dari orang lain,
maka siap-siap orang lain pulah akan mengambil keuntungan dari kita. Memintah
uang dari caleg, maka siap-siap suatu hari nanti uang tersebut akan diambil
kembali. Bercerminlah pada masa lalu,
niscaya kita akan jadi orang bijak
dalam menentukan sesuatu, tentunya jangan sampai melakukan kesalahan yang sama.
Bukti dari janji bukan sekedar
memberi uang, tapi tanggung jawab. Meskipun, tak bisa dipungkiri bahwa segala
sesuatu di dunia ini butuh uang, namun bukan itu saja yang kita liat, tapi
bagaimana cara kita mendapatkan uang itu serta cara kita menggunakannya. Ketika
orang sakit, yang dia minta bukan uang, tapi obat. Bagaimana mungkin orang yang
sakit hanya diberi uang sedang ia tak mampu menggunakan uang tersebut untuk
apa, namun yang tepat adalah memberinya obat atau membawanya ke Rumah Sakit,
itulah bentuk tanggung jawab bagi orang yang sehat. Begitupulah, membangun Negara.
Bangunlah dengan tanggung jawab, bukan dengan uang. Karena tanggung jawab pasti
dengan uang, sedangkan dengan uang belum tentu ada tanggung jawab.
Pemimpin yang bertanggung jawab
adalah penentu nasib Negara, dan nasib pemimpin yang akan bertanggung jawab itu
ada di suara rakyat. Selamat memilih, , dan selamat dipilih. .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar